Minggu, 27 November 2011

perpajakan papua

 step
 Pemda ’Pesta’ Sambut UU PDRD
16 September 2009
Pemerintah daerah bakal ‘berpesta’ menyambut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU-PDRD) yang disahkan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (18/8). Meskipun pelaksanaannya membutuhkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah, namun ‘flapon’ baru pajak ini akan menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) setidaknya pada 2011 mendatang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sambutan di acara pengesahan RUU tersebut, menjelaskan, secara efektif implementasi UU PDRD baru pada 2011. Disebutkan, dengan UU itu, sumbangan PAD ke APBD provinsi dan kabupaten/kota akan meningkat secara signifikan.
“Diperkirakan, kontribusi PAD terhadap APBD provinsi meningkat menjadi 63 persen dari semula hanya 50 persen pada tahun 2009. Sedangkan peranan PAD kabupaten/kota akan meningkat menjadi 10 persen dari semula sebesar 7 persendalam tahun 2009. Secara nasional, peranan PAD terhadap total APBD meningkat dari 19 persen menjadi 24 persen,” ujar Sri Mulyani di rapat paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar itu. Seluruh fraksi menyetujui secara bulat RUU yang ditolak para pengusaha industri otomotif ini.
Dijelaskan Sri, PAD di sejumlah daerah akan semakin melonjak tinggi pada 2014, dengan syarat daerah tersebut menggunakan tarif maksimal dalam memungut pajak dan retribusi. Dia memperkirakan, kalau pemda bisa memanfaatkan UU ini dengan baik, maka kontribusi PAD kepada APBD pada tahun 2014 bisa mencapai 68 persen untuk provinsi dan 15 persen untuk kabupaten/kota. sedang hitung-hitungan secara nasional, Sri memperkirakan pada 2014 sumbangan PAD kepada APBD bisa melonjak menjadi 29 persen. “Dari yang semula hanya 19 persen,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan Ketua Pansus RUU PDRD, Harry Azhar Aziz. Dijelaskan, dengan disahkannya RUU ini menjadi UU, maka pemda provinsi dan kabupaten/kota sudah punya modal payung hukum untuk memungut pajak dan retribusi daerah. Dengan UU ini pula, kewengan pemda menjadi lebih luas karena berhak menetapkan tarif pajak dan retribusi sebatas masih dalam aturan UU ini. “Namun sebaliknya, pemda tidak boleh memungut pajak dan retribusi selain yang sudahdiatur oleh UU,” terangnya.
Pajak yang boleh dipungut pemda provinsi ada lima jenis yakni pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Pajak rokok adalah pajak baru bagi pemda provinsi yang nantinya dibagi-bagi ke kabupaten/kota.
Sedang yang boleh dipungut pemkab/pemko ada 11 jenis yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan buatan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Untuk pajak kendaraan bermotor menggunakan pola pajak progresif. Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan menjadi 10 persen dari kendaraan pribadi, kendaraan umum lebih rendah 50 persen dari kendaraan pribadi. Bila harga BBM naik, perda dapat diganti melalui perpres. Pajak air tanah dipungut kabupaten/kota, pajak air pemukaan dipungut provinsi. Tarif pajak hiburan seperti panti pijat atau spa ditetapkan maksimal 75 persen. PBB pedesaan dan perkotaan menjadi pajak kabupaten /kota.
Pajak sarang burung walet adalah disetujui menjadi jenis pajak baru. Kabupaten atau kota yang tidak memiliki industri sarang burung walet tidak diperkenankan memungut. Azhar Aziz menjelaskan, usul pajak (opsent) telepon disepakati menjadi retribusi jasa umum bernama retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Usul ERP (electronic road pricing) dari pemerintah akhirnya dihapus agar tidak menambah beban masyarakat karena infrastruktur tersebut bisa membuat kemacetan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir mengakui, UU ini bakal menggenjot PAD. Pasalnya, selama ini sumber-sumber PAD sangat ‘kering’ sehingga kontribusinya kepada APBD begitu rendah. Sumber-sumber pajak yang ‘basah’ justru dipungut pusat. “Nilainya hampir 95 persen ditarik ke pusat, baru kemudian dibago-bagi ke daerah. Jadi ketergantungan daerah ke pusat begitu tinggi. Nah, dengan UU ini, itu akan berakhir,” terangnya.
Hanya saja, nantinya peran pemerintah pusat tetap besar karena perda yang menjadi payung hukum, sebelum disahkan harus disetujui dulu oleh pemerintah pusat, dalam konteks ini Mendagri dan menkeu. “Jadi, kewenangan pemda dalam menentukan tarif pajak dan retribusi memang menjadi begitu besar, tapi yang harus diingat, setiap perda masih harus disupervisi pusat,” urainya kepada koran ini, kemarin.
Revrisond menilai, model supervisi perda oleh pusat inilah yang nantinya sangat menentukan sebagai rem agar tarif pajak dan retribusi daerah tidak membenani masyarakat. “Tapi sisi buruknya, para pengusaha industri otomotif yang takut penjualannya turun, akan gencar melobi pusat agar tarif yang dipasang daerah tidak mengambil angka maksimum,” terangnya. (sam)
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
  Pajak Meredam Kendaraan
05 Agustus 2009
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik kendaraan harus membayar lebih jika ingin membeli kendaraan kedua dan selanjutnya karena DPR sudah menyetujui Pajak Kendaraan Bermotor Progresif dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang didesain untuk meredam jumlah kendaraan.
Tarif kedua instrumen pajak itu sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah provinsi sehingga di setiap daerah akan berlainan. Misalnya, harga bahan bakar minyak (BBM) di DKI Jakarta dan Banten bisa saja berlainan karena tarif pajak BBM yang berbeda.
Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Harry Azhar Azis mengungkapkan hal tersebut seusai memimpin rapat kerja dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (4/8).
Rapat tersebut mengagendakan pandangan fraksi mini tentang RUU yang akhirnya bersepakat membawa RUU tersebut ke sidang paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Menurut Harry, penerapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Progresif diharapkan bisa menekan volume kendaraan. Dengan pajak ini, pemilik kendaraan pribadi membayar pajak lebih mahal untuk pemilikan kendaraan kedua dan selanjutnya.
Harry mengatakan, kendaraan milik pribadi pertama hanya akan dikenai PKB 2 persen terhadap nilai jual. ”Namun, untuk kendaraan kedua dan selanjutnya, tarif PKB ditetapkan 2-10 persen tergantung keputusan pemerintah provinsi,” ujarnya.
Sebagai gambaran, jika mobil yang pertama dibeli Rp 100 juta, PKB atas mobil tersebut Rp 2 juta per tahun. Namun, jika mobil sejenis dibeli untuk kedua kali dan seterusnya, PKB yang dibebankan bisa lebih mahal, yakni Rp 3 juta-Rp 10 juta.
Sebanyak 70 persen dari dana yang diperoleh dari pemungutan PKB dan juga pajak bahan bakar kendaraan diserahkan kepada pemerintah provinsi dan 30 persen lainnya untuk kabupaten serta kota. Pemerintah daerah wajib mengalokasikan 10 persen dari penerimaannya untuk infrastruktur jalan.
Jenis kendaraan yang diatur adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya, baik di darat maupun air. Jenis kendaraan yang tidak dibebani aturan PKB ini adalah kereta api, kendaraan pertahanan, dan kendaraan kedutaan besar asing.
Tarif bahan bakar
Tarif pajak BBM kendaraan bermotor untuk angkutan umum, ujar Harry, ditetapkan maksimal 5 persen. Tarif ini untuk angkutan kota, bus, dan ojek motor. Adapun angkutan pribadi ditetapkan maksimal 10 persen terhadap harga jual BBM.
Aturan ini mulai diterapkan pada tahun 2012 atau tiga tahun setelah UU pajak ini berlaku, yakni 1 Januari 2010, untuk memberi kesempatan pemerintah mengatur teknis penerapannya. DPR mempersilakan pemerintah menggunakan opsi kartu cerdas (smart card), yang diwacanakan awal tahun 2008.
Pemerintah provinsi bisa menggunakan pajak ini sebagai instrumen mengatur jumlah kendaraan yang lalu lalang di wilayahnya. Misalnya, jika DKI Jakarta ingin membatasi jumlah kendaraan pribadi, tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor dapat ditetapkan maksimum, yakni 10 persen.
Lalu, Provinsi Banten, misalnya, jika ingin mengundang kendaraan pribadi lebih banyak agar aktivitas ekonomi lebih marak, bisa menerapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor seminimal mungkin. Sebagai ilustrasi, jika DKI Jakarta menetapkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor 10 persen untuk kendaraan pribadi, pajaknya Rp 450 per liter. Adapun jika Banten menetapkan tarif 5 persen, harga jual premiumnya hanya Rp 4.275 per liter.
”Tarif minimumnya tidak dibatasi. Artinya, suatu provinsi bisa menetapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor nol persen untuk menarik pengguna kendaraan pribadi lebih banyak atau mengundang investasi lebih marak,” ujar Harry.
Tidak masuk akal
Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengecam pemberlakuan pajak kendaraan progresif yang dinilainya tidak masuk akal. Pemerintah harus menjelaskan filosofi memberlakukan pajak progresif tersebut.
”Pengusaha tidak pernah diajak bicara. Pajak progresif akan berdampak buruk bagi industri nasional,” kata Gunadi.
Ia menjelaskan, apabila alasan pemerintah memberlakukan pajak progresif untuk sekadar meningkatkan pendapatan pemerintah daerah, pajak seharusnya diturunkan saja sehingga akan mendorong pembelian kendaraan.
Kalau alasannya adalah kemacetan sehingga jumlah kendaraan bermotor hendak dikurangi, pemerintah dinilai tidak masuk akal. Kemacetan terutama terjadi akibat minimnya pertumbuhan infrastruktur yang hanya 0,1 persen per tahun. Itu karena anggaran perbaikan jalan hanya 2 persen dari total APBN sekitar Rp 1.000 triliun.
Pengurangan kendaraan bermotor juga tidak masuk akal karena penjualan mobil hanya 600.00 unit per tahun. Jumlah itu sangat kecil jika dibandingkan Jepang dengan 120 juta jiwa dengan angka penjualan mobil 6,5 juta unit per tahun.(OSA/OIN)
Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Pengusaha alat berat sesak napas
02 April 2009

JAKARTA. Pengusaha alat berat sesak napas. Setelah sulit mendapatkan kucuran kredit bagi pembelian alat-alat berat, kini beberapa daerah mulai mengutip retribusi untuk pemakai alat berat. Besaran retribusinya itu sekitar 10% hingga15%.


Tentu saja, hal ini membuat beberapa pengusaha alat berat berteriak. Selain mempengaruhi para pemakai alat berat, retribusi itu secara tidak langsung juga mempengaruhi penjualan alat berat. Mereka jadi berpikir ulang untuk membeli alat berat yang baru maupun bekas. “Pajak retribusi itu berlaku sejak bulan lalu,â€
 kata Benny Kurnia, Ketua Asosiasi Alat Berat Bekas, Kamis (2/3) di Jakarta.

Persoalannya, para pemakai alat berat tidak berani menambah alat baru. Pasalnya, bila ada tambahan alat berat maka bisa mempengaruhi ongkos operasional mereka. Padahal mereka pun sudah menanggung pajak pada saat membeli alat berat. “Lah, ini kan sangat memberatkan sekali,â€
 ujarnya.

Sudah begitu, daerah yang memberlakukan kutipan retribusi itu ada di Kalimantan dan Riau, yang menjadi daerah penjualan terbesar bagi alat berat. “Kalau dua daerah itu menarik pajak, maka bukan tidak mungkin daerah lain akan menyusul ikut mengutip retribusi,â€
 tukasnya.

Dengan adanya retribusi tersebut, dikhawatirkan penjualan alat berat, terutama untuk alat berat bekas, akan menukik tajam. 'Penurunan penjualan merupakan yang paling drastis pada tahun ini diprediksi hingga 80%,â€
 tandasnya.

Benny memperkirakan, penjualan alat berat bekas hanya bisa menembus sekitar 200 unit pada tahun ini. Padahal, pada 2008, penjualan alat berat bekas itu bisa menembus 1.000 unit. Dalam sebulan, pengusaha hanya bisa menjual sekitar 2 unit saja. “Ini berbeda saat situasi normal yang bisa menjual sekitar 10 unit,â€
 ujarnya.

Kontan Online, 2 April 2009

 
hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh 
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

   
Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah pajak yang dipungut atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.
Dasar Hukum:
  • Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
  • Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 Tahun 2002 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
Obyek dan Subyek:

Objek pajak adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor termasuk kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor yang berada di daerah lebih dari 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut.

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.

Dikecualikan dari objek pajak adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor oleh:
  • Pemerintah.
  • Kedutaan, konsulat perwakilan negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan azas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara.
  • Kepemilikan/penguasaan kendaraan bermotor yang berada di daerah kurang dari 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tiba.
  • Kepemilikan/penguasaan kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk melayani orang sakit, orang mati dan pemadam kebakaran tanpa dipungut pembayaran.

Dasar pengenaan pajak dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok:
  • Nilai jual kendaraan bermotor
  • Bobot yang mencerminkan secara relative kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Besarnya tarif PKB ditetapkan sebesar :
  • 1,5% (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum.
  • 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum
  • 0,5% (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat/besar
Besarnya pajak terhutang dihitung sebagai perkalian antara Dasar Pengenaan Pajak dengan Tarif.
Pokok PKB = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif
Pendaftaran:
Untuk kendaraan baru selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyerahan.
Pendaftaran ulang dilakukan selambat-lambatnya sampai dengan tanggal berakhirnya masa pajak.
Untuk kendaraan dari luar Daerah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Keterangan Fiskal Antar Daerah.
Pendaftaran dimaksud di atas dilakukan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Tentang Pajak Kendaraan Bermotor (SPPKB)
Apabila yang bersangkutan terlambat mendaftar hingga batas waktunya maka dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak.
Penetapan:
Berdasarkan SPPKB diatas, besarnya pajak dihitung dan ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
Pembayaran:
Setelah pajak ditetapkan dalam SKPD, maka PKB dilunasi dimuka untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan. Pelunasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pajak ditetapkan.

Apabila tidak atau belum membayar hingga batas waktunya maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) dari pajak terhutang untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Penagihan:
Bila pajak tahunan berjalan yang telah ditetapkan kurang atau tidak dibayar, maka dilakukan penagihan dengan STPD. Penagihan ini dapat dilakukan dengan surat paksa berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi Administrasi:
Terlambat mendaftar dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% dari pokok pajak.
Terlambar membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% dari pajak terhutang untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

 Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 34 TAHUN 2000

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1997
TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.      bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah;

b.      bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;

c.       bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab;

d.      bahwa Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan;

e.       bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas, maka perlu dilakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

 Mengingat :

1.      Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

2.      Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

3.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

4.      Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685), diubah sebagai berikut :

1.      Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka 3, angka 7, angka 9, angka 10, angka 11, angka 12, angka 14, angka 15, angka 16, angka 17, angka 18, angka 19, angka 20, angka 22, angka 24, angka 25, angka 33, angka 34, angka 35, dan angka 37 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :

1.      Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.      Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif Daerah.

3.      Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi atau Bupati bagi Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota.

4.      Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

6.      Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.

7.      Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

8.      Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah.

9.      Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.

10.  Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

11.  Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

12.  Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

13.  Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau Retribusi, penentuan besarnya pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.

14.  Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

15.  Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

16.  Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak.

17.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

18.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

19.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

20.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

21.  Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

22.  Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah.

23.  Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

24.  Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

25.  Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.

26.  Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

27.  Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

28.  Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

29.  Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

30.  Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

31.  Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu.

32.  Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

33.  Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

34.  Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi.

35.  Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

36.  Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

37.  Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi.

38.  Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya."

2.      Ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diubah, serta ayat (5) dan ayat (6) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :



“Pasal 2

(1) Jenis pajak Propinsi terdiri dari :

a.   Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b.   Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

c.   Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d.   Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

(2) Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :

a.   Pajak Hotel;

b.   Pajak Restoran;

c.   Pajak Hiburan;

d.   Pajak Reklame;

e.   Pajak Penerangan Jalan;

f.    Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

g.   Pajak Parkir.

(3) Ketentuan tentang objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a.      bersifat pajak dan bukan Retribusi;

b.      objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

c.       objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;

d.      objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak Pusat;

e.       potensinya memadai;

f.        tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif;

g.      memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan

h.      menjaga kelestarian lingkungan.

(5) dihapus.

(6) dihapus."



3.      Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 2 (dua) Pasal yaitu Pasal 2A dan Pasal 2B, yang berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 2A

(1) Hasil penerimaan pajak Propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagian diperuntukkan bagi Daerah Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.      Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 30% (tiga puluh persen);

b.      Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen);

c.       Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).

(2) Hasil penerimaan pajak Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) diperuntukkan paling sedikit 10% (sepuluh persen) bagi Desa di wilayah Daerah Kabupaten yang bersangkutan.

(3) Bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Daerah Kabupaten/Kota.

(4) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antar Desa.

(5) Penggunaan bagian Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah Kabupaten/Kota.

"Pasal 2B

(1) Dalam hal hasil penerimaan pajak Kabupaten/Kota dalam suatu Propinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota dalam Propinsi yang bersangkutan.

(2) Dalam hal objek pajak Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi yang bersifat lintas Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur berwenang untuk merealokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada Daerah Kabupaten/Kota yang terkait.

(3) Realokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Gubernur atas dasar kesepakatan yang dicapai antar Daerah Kabupaten/Kota yang terkait dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan."

4.      Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 3

(1) Tarif jenis pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan paling tinggi sebesar :

a.   Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima persen);

b.   Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 10% (sepuluh persen);

c.   Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);

d.   Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 20% (dua puluh persen);

e.   Pajak Hotel 10% (sepuluh persen);

f.    Pajak Restoran 10% (sepuluh persen);

g.   Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);

h.   Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima persen);

i.    Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);

j.    Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen);

k.   Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).

(2) Tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d ditetapkan seragam di seluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(4) Besarnya pokok pajak dihitung dengan mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dasar pengenaan pajak."

5.      Ketentuan Pasal 4 diubah dengan menambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (5) dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 4

(1) Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Daerah tentang Pajak tidak dapat berlaku surut.

(3) Peraturan Daerah tentang Pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai :

a. nama, objek, dan subjek pajak;

b. dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak;

c. wilayah pemungutan;

d. masa pajak;

e. penetapan;

f. tata cara pembayaran dan penagihan;

g. kedaluwarsa;

h. sanksi administrasi; dan

i. tanggal mulai berlakunya.

(4) Peraturan Daerah tentang Pajak dapat mengatur ketentuan mengenai :

a.      pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya;

b.      tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa;

c.       asas timbal balik.

(5) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Daerah."

6.      Ketentuan Pasal 5 dihapus.

7.      Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 5A yang berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 5A

(1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan.

(2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud.

(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud.

(4)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku."

8.      Ketentuan Pasal 18 diubah, dan ditambah 3 (tiga) ayat yaitu ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 18 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 18

(1) Objek Retribusi terdiri dari :

a. Jasa Umum;

b. Jasa Usaha;

c. Perizinan Tertentu.

(2) Retribusi dibagi atas tiga golongan :

a. Retribusi Jasa Umum;

b. Retribusi Jasa Usaha;

c. Retribusi Perizinan Tertentu.

(3) Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a.   Retribusi Jasa Umum :

1.      Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi PerizinanTertentu;

2.      Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

3.      Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

4.      Jasa tersebut layak untuk dikenakan Retribusi;

5.      Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;

6.      Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial; dan

7.      Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b.   Retribusi Jasa Usaha :

1.      Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

2.      Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

c.   Retribusi Perizinan Tertentu :

1.      Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;

2.      Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan

3.      Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.

(4) Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam ayat (3) sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

(5) Hasil penerimaan jenis Retribusi tertentu Daerah Kabupaten sebagian diperuntukkan kepada Desa.

(6) Bagian Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan Desa dalam penyediaan layanan tersebut."

9.      Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 21 berbunyi sebagai berikut :



"Pasal 21

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif ditentukan sebagai berikut :

a.      untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan Daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan;

b.      untuk Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak;

c.       untuk Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan."

10.  Ketentuan Pasal 24 diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat yaitu ayat (5) dan ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 24 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 24

(1) Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Daerah tentang Retribusi tidak dapat berlaku surut.

(3) Peraturan Daerah tentang Retribusi sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

a. nama, objek, dan subjek Retribusi;

b. golongan Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);

c. cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;

d. prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi;

e. struktur dan besarnya tarif Retribusi;

f. wilayah pemungutan;

g. tata cara pemungutan;

h. sanksi administrasi;

i. tata cara penagihan; dan

j. tanggal mulai berlakunya.

(4) Peraturan Daerah tentang Retribusi dapat mengatur ketentuan mengenai :

a.      masa Retribusi;

b.      pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok Retribusi dan/atau sanksinya;

c.       tata cara penghapusan piutang Retribusi yang kedaluwarsa.

(5) Peraturan Daerah untuk jenis-jenis Retribusi yang tergolong dalam Retribusi Perizinan Tertentu harus terlebih dahulu disosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan oleh Kepala Daerah."



11.  Ketentuan Pasal 25 dihapus.

12.  Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 disisipkan 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 25A, yang berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 25A

(1) Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 24 ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan.

(2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dimaksud.

(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku."  

13.  Ketentuan Pasal 36 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat 2a, sehingga keseluruhan Pasal 36 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 36

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah :

a.      Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;

b.      Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

(3) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya.

(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.

(5) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut." 

14.  Ketentuan Pasal 42 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 42 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 42

(1)  Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah atau Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

a.      menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b.      meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

c.       meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

d.      memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

e.       melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f.        meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;

g.      menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h.      memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

i.        memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j.        menghentikan penyidikan;

k.      melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggung jawab.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku."

Pasal II

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku semua Peraturan Daerah tentang Pajak dan Peraturan Daerah tentang Retribusi yang telah diajukan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sebelum berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dapat dilaksanakan tanpa memerlukan pengesahan tersebut.

Pasal III

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                  ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

               ttd

DJOHAN EFFENDI



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 246
Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINER RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan 1,

Lambock V. Nahattands


YAHUKIMO
Peraturan Daerah
Kabupaten Yakuhimo
tAhun 2010

iii
Daftar Isi
PERATURAN DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH.............1
TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN
GALIAN GOLONGAN C............................................49
TENTANG RETRIBUSI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN........73
TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS
PENDAPATAN, KEUANGAN DAN ASET DAERAH.................87
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
DINAS-DINAS DAERAH.............................................99
RANCANGAN PERATUAN BUPATI YAHUKIMO
TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA (PENUMPANG PESAWAT
UDARA) KEPADA DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
TAHUN ANGGARAN 2010.......................................103
PERATURAN BUPATI YAHUKIMO
TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA (PENUMPANG PESAWAT
UDARA) KEPADA DAERAH.......................................104
iv
PERATURAN DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN
YAHUKIMO NOMOR 10 TAHUN 2008
TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN
TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH ................................111
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
DINAS-DINAS DAERAH...........................................117
1
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
PEN GELOLAAN BARAN G MI LIK DAERAH
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
M
enimbang : a. bahwa Barang Milik Daerah merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, sehingga perlu dikelola secara tertib agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam rangka mendukung penyelenggaraan Otonomi Daerah;
b. bahwa dalam rangka pengamanan Barang Milik Daerah, perlu dilakukan penataan administrasi pengelolaan secara profesional;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, ketentuan mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah diatur dalam Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
2
M
engingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2013);
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 135) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4684);
5. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama, di Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 129);
6. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Repuplik Indonesia Nomor 4355);
3
7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1971 tentang Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2967);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3573); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran Negara Republik
4
Indonesia Tahun 2005 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4515);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82);
M
emperhatikan: 1. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4330) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
5
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH
KABU PATENATEN YAHU KIMO
dan
BU
PATIATI YAHU KIMO
M
E M U T U S K A N :
M
enetapkan : PERATURAN ERATURAN DAERAH TENTAN TENTAN G PEN GELOLAAN BARAN G MI LIK DAERAH
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Pemerintah Republik Indonesia.
2. Daerah adalah Kabupaten Yahukimo.
3. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Yahukimo yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Yahukimo.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Yahukimo.
5. Bupati adalah Bupati Yahukimo.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Yahukimo.
6
7. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Yahukimo selaku Koordinator Pengelola Barang Milik Daerah.
8. Satuan Kerja Pengelola Barang Milik Daerah adalah Satuan Kerja Pengelola Barang Daerah Pemerintah Kabupaten Yahukimo.
9. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD,adalah perangkat daerah pada pemerintah Kabupaten Yahukimo selaku Pengguna Barang Milik Daerah.
10. Unit Kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program.
11. Barang Milik Daerah adalah semua barang milik Pemerintah Kabupaten Yahukimo yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12. Pengelola Barang adalah Pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Daerah.
13. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap Barang Milik Daerah yang meliputi perencanaan, penentuan, kebutuhan, penganggaran, standarisasi barang dan harga, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, inventarisasi, pengendalian, pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, perubahan status hukum/penilaian serta penatausahaannya.
14. Pengguna Barang adalah Pejabat Pemegang Kewenangan Penggunaan Barang Milik Daerah.
15. Kuasa Pengguna Barang adalah Kepala Unit Kerja atau Pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya.
16. Pengurus Barang Milik Daerah adalah Pegawai yang diserahi tugas untuk mengurus Barang Milik Daerah, menerima, menyimpan, mendistribusikan dan mengurus barang dalam pemakaian.
17. Rumah Daerah milik Kabupaten Yahukimo adalah rumah yang dimiliki/dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Yahukimo yang ditempati oleh Pejabat tertentu atau Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Yahukimo yang ditetapkan.
7
18. Standarisasi Harga Barang adalah Pembakuan Harga Barang menurut jenis, spesifikasi dan kualitasnya.
19. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Daerah untuk menghubungkan kegiatan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
20. Penentuan Kebutuhan adalah kegiatan atau tindakan untuk merumuskan rincian kebutuhan pada perencanaan sebagai pedoman dalam melaksanakan pemenuhan kebutuhan dan atau pemeliharaan Barang Milik Daerah yang dituangkan dalam anggaran.
21. Penganggaran adalah kegiatan atau tindakan untuk merumuskan penentuan kebutuhan Barang Milik Daerah dengan memperhatikan alokasi anggaran yang tersedia.
22. Pengadaan adalah Kegiatan untuk melakukan pemenuhan Kebutuhan Barang Milik Daerah dan/atau Pemeliharaan Barang Milik Daerah.
23. Penyimpanan adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam gudang atau ruang penyimpanan lainnya.
24. Penyaluran adalah kegiatan untuk menyalurkan/pengiriman barang dari gudang atau tempat lain yang ditunjuk ke Satuan Kerja/Unit Kerja pemakai.
25. Pemeliharaan adalah kegiatan atau tindakan yang dilakukan agar semua Barang Milik Daerah selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
26. Pengamanan adalah kegiatan atau tindakan pengendalian dalam pengurusan Barang Milik Daerah dalam bentuk fisik, administratif, pengasuransian dan tindakan upaya hukum.
27. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari Pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang
8
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
28. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan dan sebagai penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Yahukimo.
29. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
30. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
31. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian.
32. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang di pisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan hukum lainnya.
33. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
34. Invetarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Daerah.
35. Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk memperoleh nilai Barang Milik Daerah.
9
36. Daftar Barang Pengguna selanjutnya disingkat dengan DBP adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna barang.
37. Kendaraan Dinas adalah kendaraan milik Pemerintah Daerah yang dipergunakan hanya untuk kepentingan dinas, terdiri atas kendaraan perorangan dinas, kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan dan kendaraan dinas khusus/lapangan.
38. Kendaraan perorangan dinas disesuaikan dan dipergunakan untuk Pejabat Negara.
39. Kendaraan dinas operasional/kendaraan dinas jabatan dapat disediakan dan dipergunakan untuk kegiatan operasional perkantoran dan diperuntukkan bagi Pimpinan DPRD dan Pejabat Esselon II, Esselon III dan Esselon IV.
40. Kendaraan dinas operasional khusus/lapangan disediakan dan dipergunakan untuk pelayanan operasional khusus/lapangan dan pelayanan umum, diperuntukkan bagi pegawai yang menjalankan tugas-tugas khusus/lapangan serta kendaraan antar jemput pegawai.
BAB
II
PEJABAT ABAT PEN GELOLA BARAN G MI LIK DAERAH
Pasal 2
Pengelolaan Barang Milik Daerah dilaksanakan secara terpisah dari Pengelolaan Barang Milik Negara.
Pasal 3
(1) Bupati mengatur Pengelolaan Barang Milik Daerah.
(2) Pencatatan Barang Milik Daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
10
Pasal 4
(1) Bupati sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab atas pembinaan dan pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah.
(2) Bupati selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah mempunyai wewenang :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan tanah dan bangunan;
c. menetapkan kebijakan pengamanan Barang Milik Daerah;
d. mengajukan usul pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
e. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan Barang Milik Daerah sesuai batas kewenangannya;
f. menyetujui usul pemanfaatan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(3) Bupati dalam rangka pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah sesuai dengan fungsinya dibantu oleh :
a. Sekretaris Daerah;
b. Pembantu Pengelola Barang Milik Daerah adalah Kepala SKPKD;
c. Kepala SKPD;
d. Pemegang Barang/Bendaharawan Barang;
e. Pengurus Barang.
(4) Sekretaris Daerah selaku Pengelola Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab :
a. menetapkan Pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Daerah;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah;
c. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan Barang Milik Daerah;
11
d. mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
e. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Daerah;
f. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Pengelolaan Barang Milik Daerah.
(5) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Pembantu Pengelola Barang (PPB) dan Pusat Informasi Barang Milik Daerah (PIBMD) bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan Barang Milik Daerah yang ada pada SKPD.
(6) Kepala SKPD sebagai Pengguna Barang Milik Daerah, berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan Barang Milik Daerah di lingkungan SKPD masing-masing.
(7) Pengurus/bendahara barang bertugas menerima, menyimpan, dan mengeluarkan serta mengurus pemakaian.
BAB
III
PEREN CANAAN DAN PEN GADAAN
B
agian Pertama
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Pasal 5
(1) Pembantu Pengelola Barang Milik Daerah dibantu Unit Kerja terkait menyusun:
a. standar sarana dan prasarana kerja Pemerintahan Daerah;
b. standarisasi harga.
(2) Standarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati sesuai peraturan perundang-undangan.
12
Pasal 6
(1) Pengelola menyusun Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBD) yang disertai dengan Rencana kebutuhan anggaran yang dihimpun dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Bahan Perkiraan Pengadaan Barang tahun berjalan.
(2) Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada Standarisasi Kebutuhan/Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah dan Standarisasi Harga.
(3) Setelah APBD ditetapkan, Bupati menyusun Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (DKBD) dan Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (DKPBD).
Pasal 7
Tata cara perencanaan penentuan kebutuhan dan pengganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
B
agian Kedua
Pengadaan
Pasal 8
Pengadaan Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsi-prinsip efisien, efektif, transparan/terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.
Pasal 9
(1) Pengadaan barang dan jasa dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13
(2) Bupati dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan pemeliharaan kepada Pengelola dan/atau SKPD.
(3) Pengguna barang menetapkan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa.
Pasal 10
(1) Dalam hal pengadaan barang yang bersifat umum dan menganut azas keseragaman, barang/jasa dapat dilaksanakan oleh Pengelola.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengadaan melalui Panitia Pengadaan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 11
Pengadaan barang dapat dilaksanakan dengan cara pembelian, pemborongan pekerjaan, membuat sendiri dan swakelola.
Pasal 12
Hasil Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, yang dibiayai dari APBD dilaporkan oleh Kepala SKPD kepada Bupati melalui Pengelola dilengkapi dengan Dokumen Pengadaan dan atau Dokumen Kepemilikan yang sah.
Pasal 13
(1) Setiap Tahun Anggaran, Pengelola membuat Daftar Hasil Pengadaan (DHP).
(2) Daftar hasil pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk lampiran perhitungan APBD tahun yang bersangkutan.
14
Pasal 14
(1) Penerimaan Barang dan Jasa dari pemenuhan kewajiban Pihak Ketiga kepada Pemerintah Daerah berdasarkan perjanjian dan atau pelaksanaan dari suatu perizinan tertentu wajib diserahkan kepada Bupati melalui Pengelola.
(2) Penerimaan Barang dan Jasa dari Pihak Ketiga yang merupakan sumbangan, hibah, wakaf dan penyerahan dari masyarakat atau pemerintah menjadi Barang Milik Daerah.
(3) Pengelola mencatat, memantau, dan aktif melakukan penagihan kewajiban Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Penerimaan dari Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) dan disertai dengan dokumen kepemilikan/penguasaan yang sah.
(5) Hasil penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dalam Daftar Inventaris.
(6) Tata cara pelaksanaan penerimaan barang dari Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 15
(1) Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) termasuk pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak ke tiga/pengembang untuk menyerahkan fasilitas sosial/utilitas umum.
(2) Dalam hal pengembang tidak diketahui keberadaannya, dibentuk panitia pencatat/penelitian terhadap aset fasilitas sosial/utilitas umum yang berada di perumahan tersebut.
(3) Hasil dari pencacatan/penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara pencacatan dan penelitian yang kemudian dicatat sebagai aset milik Pemerintah Daerah.
15
BAB
IV
PEN YIM PANAN DAN PEN YALURAN
Pasal 16
(1) Semua hasil pengadaan Barang Milik Daerah yang bergerak diterima oleh Pengurus Barang atau Pejabat/Pegawai yang ditunjuk oleh Kepala SKPD.
(2) Pengurus Barang atau Pejabat/pegawai yang ditunjuk melakukan tugas pencatatan Barang Milik Daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Kepala SKPD selaku atasan langsung Pengurus Barang bertanggung jawab atas terlaksananya tertib administrasi perbendaharaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Tata cara penerimaan dan penyimpanan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 17
(1) Penerimaan barang yang tidak bergerak dilakukan oleh Kepala SKPD atau Pejabat yang ditunjuk, dan selanjutnya dilaporkan kepada Bupati melalui Pengelola.
(2) Penerimaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang Milik Daerah (PPBD).
(3) Penerimaan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dilakukan setelah diperiksa instansi teknis yang berwenang, dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.
(4) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Pengguna Barang.
16
Pasal 18
(1) Panitia Pemeriksa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) bertugas memeriksa barang yang diserahkan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada Surat Perintah Kerja (SPK) dan/atau Kontrak/Perjanjian dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
(2) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan sebagai salah satu syarat tagihan kepada Pengguna Anggaran.
Pasal 19
(1) Pengeluaran/penyaluran Barang Milik Daerah oleh Pengurus barang dilaksanakan atas dasar Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB) dan untuk barang-barang inventaris disertai dengan berita acara serah terima dari Atasan langsung yang ditunjuk oleh Pengguna Barang.
(2) Setiap tahun anggaran Kepala Unit/Satuan Kerja wajib melaporkan stock atau sisa barang kepada Bupati melalui Pengelola.
BAB
V
PEN GGUNAAN
Pasal 20
(1) Status Penggunaan Barang Milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengguna Barang melaporkan Barang Milik Daerah yang ada dan yang diterima SKPD kepada Pengelola Barang disertai dengan usul penggunaan;
17
b. Pengelola Barang meneliti laporan tersebut dan mengajukan usul penggunaan dimaksud kepada Bupati untuk ditetapkan status penggunaannya.
Pasal 21
Barang Milik Daerah dapat ditetapkan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi SKPD, untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
Pasal 22
(1) Penetapan status penggunaan tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang.
(2) Pengguna barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
Pasal 23
(1) Pengguna Barang Milik Daerah yang tidak menyerahkan tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan kepada Bupati dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan dan/atau bangunan dimaksud.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sesuai tugas pokok dan fungsi SKPD dicabut penetapan status penggunaannya.
18
BAB
VI
PEMANFAATAN EMANFAATAN EMANFAATANEMANFAATAN
B
agian Pertama
Pinjam Pakai
Pasal 24
(1) Pinjam pakai Barang milik Daerah dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah.
(2) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
c. tanggungjawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;
d. persyaratan lain yang dianggap perlu.
B
agian Kedua
Penyewaan
Pasal 25
(1) Barang Milik Daerah, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah dapat disewakan kepada Pihak Ketiga sepanjang menguntungkan Daerah.
(2) Barang Milik Daerah yang disewakan tidak merubah status hukum.
19
(3) Penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Jangka waktu penyewaan Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(5) Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa menyewa,yang sekurang-kurangnya memuat :
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
c. tanggungjawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan;
d. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(6) Barang Milik Daerah, baik bergerak maupun tidak bergerak dapat dipungut retribusi atas pemanfaatan barang tersebut.
(7) Pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(8) Hasil penerimaan sewa dan retribusi disetor ke Kas Daerah.
B
agian Ketiga
Kerjasama Pemanfaatan
Pasal 26
Kerjasama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka :
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Daerah;
b. meningkatkan penerimaan daerah.
Pasal 27
(1) Kerjasama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan bentuk :
20
a. kerjasama pemanfaatan Barang Milik Daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Bupati;
b. kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang;
c. kerjasama pemanfaatan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Kerjasama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Kerjasama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c, dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.
Pasal 28
(1) Kerjasama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik Daerah dimaksud;
b. mitra Kerjasama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat, kecuali untuk Barang Milik Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
c. mitra Kerjasama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke Rekening Kas Umum Daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan;
d. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Pejabat yang berwenang;
21
e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan Pengelola Barang;
(2) Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan Kerjasama Pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(3) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerjasama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Daerah yang menjadi obyek Kerjasama Pemanfaatan.
(4) Jangka waktu Kerjasama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
B
agian Keempat
B
angun Guna Serah Dan Bangun Serah Guna
Pasal 29
(1) Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah memerlukan bangunan dan fasilitas untuk kepentingan pelayanan umum dan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi;
b. tanah dan atau bangunan milik Pemerintah Daerah yang telah diserahkan oleh pengguna kepada Bupati;
c. tidak tersedia dana APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
(2) Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang
22
dengan mengikutsertakan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 30
Penetapan status penggunaan Barang Milik Daerah sebagai hasil dari pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna dilaksanakan oleh Bupati dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
Pasal 31
(1) Jangka waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
(2) Penetapan mitra Bangun Guna Serah dan mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya 5 (lima) peserta/peminat.
(3) Mitra Bangun Guna Serah dan mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut:
a. membayar kontribusi ke Rekening Kas Umum Daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Pejabat yang berwenang;
b. tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindahtangankan objek Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna;
c. memelihara objek Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna.
(4) Dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian Barang Milik Daerah hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna harus dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan daerah.
(5) Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat :
23
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. objek Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna;
c. jangka waktu Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna;
d. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian;
e. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(6) Izin Mendirikan Bangunan hasil Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna harus diatasnamakan Pemerintah Daerah.
(7) Biaya kegiatan panitia, pengumuman, penilaian aset, kajian perencanaan dan penyusunan perjanjian dapat dibebankan kepada APBD.
(8) Biaya persiapan pelaksanaan Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pasal 32
(1) Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Daerah harus menyerahkan objek Bangun Guna Serah kepada Bupati pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah.
(2) Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah Guna kepada Bupati segera setelah selesainya pembangunan;
b. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Daerah tersebut sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perjanjian;
c. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Bupati.
24
BAB
VII
PEN GAMANAN DAN PEME LIHARAAN
B
agian Pertama
Pengamanan
Pasal 33
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya.
(2) Pengamanan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengamanan administrasi meliputi kegiatan pembukuan, penginventarisasian dan pelaporan Barang Milik daerah serta penyimpanan dokumen kepemilikan secara tertib;
b. pengamanan fisik antara lain ditujukan untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang, penurunan jumlah barang dan hilangnya barang, sedangkan pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas tanah, plang, dan untuk barang selain tanah dan bangunan antara lain dilakukan dengan cara penyimpanan dan pemeliharaan;
c. pengamanan hukum antara lain meliputi kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.
Pasal 34
(1) Barang Milik Daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah.
(2) Barang Milik Daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.
25
Pasal 35
(1) Bukti kepemilikan Barang Milik Daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman.
(2) Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang.
Pasal 36
Barang milik Pemerintah Daerah dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan daerah dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a. Barang Milik Daerah baik yang berada pada Instansi Pemerintah maupun Pihak Ketiga;
b. Barang milik Pihak Ketiga yang dikuasai oleh Daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pasal 38
Barang Milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum dilarang digadaikan, dibebani hak tanggungan dan atau dipindahtangankan.
B
agian Kedua
Pemeliharaan
Pasal 39
(1) Pengelola dan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab atas pemeliharaan Barang Milik Daerah yang ada di bawah penguasaannya.
26
(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).
(3) Biaya pemeliharaan Barang Milik Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pasal 40
(1) Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan Daftar Hasil Pemeliharaan Barang tersebut kepada Pengelola Barang secara berkala.
(2) Pengelola atau Pejabat yang ditunjuk meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan Barang Milik Daerah.
Pasal 42
Kepala Satuan Kerja Pengelola Barang Milik Daerah wajib melakukan koordinasi atas pemeliharaan Barang Milik Daerah yang dilakukan oleh SKPD.
Pasal 43
Pelaksanaan pemeliharaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan oleh Kepala SKPD berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Pasal 44
(1) Barang bersejarah baik berupa bangunan dan atau barang lainnya yang merupakan peninggalan budaya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah atau masyarakat wajib dipelihara oleh Pemerintah Daerah.
27
(2) Pemeliharaan barang bersejarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Biaya pemeliharaan barang bersejarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat bersumber dari APBD atau sumber lain yang sah.
Pasal 45
Tata cara pelaksanaan pemeliharaan Barang Milik Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB
VIII
PENI LAIAN
Pasal 46
Penilaian Barang Milik Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan Barang Milik Daerah.
Pasal 47
Penetapan nilai Barang Milik Daerah dalam rangka penyusunan neraca daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pasal 48
(1) Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim Internal yang ditetapkan oleh Bupati, dan dapat melibatkan Penilai Independent bersertifikat dibidang penilaian aset yang ditunjuk oleh Bupati.
(2) Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar, dengan estimasi menggunakan NJOP dan harga pasaran umum.
28
(3) Hasil penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB
IX
PEN GHA PUSAN
Pasal 49
(1) Setiap Barang Milik Daerah yang sudah rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi/hilang/mati, tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, berlebih, membahayakan keselamatan, keamanan dan lingkungan, terkena planologi kota dan tidak efisien lagi dapat dihapus dari daftar inventaris.
(2) Penghapusan Barang Milik Daerah sebagaimana pada ayat (1) meliputi :
a. penghapusan dari daftar barang Pengguna/Kuasa Pengguna;
b. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah.
(3) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.
(4) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.
Pasal 50
(1) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a ditetapkan setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang atas usul Pengguna Barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b ditetapkan dengan surat keputusan penghapusan dari Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
29
Pasal 51
(1) Penghapusan Barang Milik Daerah dengan tindak lanjut pemusnahan dilakukan apabila Barang Milik Daerah dimaksud tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan tidak dapat dipindahtangankan, atau alasan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengguna Barang dengan keputusan dari Pengelola Barang atas nama Bupati.
(3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara dan dilaporkan kepada Bupati.
BAB
X
PEMIN DAHTAN AHTAN GANAN
Pasal 52
(1) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sebagai tindak lanjut atas penghapusan Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD;
b. Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD yaitu :
- Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah/penataan kota;
- Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
- Diperuntukkan bagi pegawai negeri;
30
- Diperuntukkan bagi kepentingan umum ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
- Dikuasai Negara berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
c. Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.
d. Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Milyar Rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(2) Barang Milik Daerah yang dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui:
a. Penjualan/Pelelangan;
b. Ruilslag/Tukar Menukar;
c. Hibah;
d. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah.
(3) Hasil pelelangan/penjualan disetorkan sepenuhnya kepada Kas Daerah.
(4) Tata cara penghapusan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Bupati.
B
agian Pertama
Penjualan Kendaraan Dinas
Pasal 53
(1) Kendaraan Dinas yang dapat dijual terdiri dari Kendaraan Perorangan Dinas dan Kendaraan Dinas Operasional.
31
(2) Kendaraan Dinas Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kendaraan Dinas operasional jabatan dan kendaraan dinas operasional khusus/lapangan.
Pasal 54
(1) Kendaraan perorangan dinas yang digunakan oleh Pejabat Negara yang berumur 5 (lima) tahun atau lebih dapat dijual 1 (satu) buah kepada Pejabat yang bersangkutan setelah masa jabatannya berakhir sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kesempatan untuk membeli kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya 1 (satu) kali, kecuali memiliki tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun.
(3) Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas dinas di Daerah, ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 55
(1) Kendaraan Dinas Operasional Jabatan yang berumur 5 tahun atau lebih karena rusak dan atau tidak efisien lagi bagi keperluan dinas dapat dijual/dihapus kepada Pegawai Negeri yang memenuhi masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun dan Ketua serta Wakil Ketua DPRD.
(2) Pejabat/pegawai yang akan memasuki masa pensiun dan pejabat/pegawai pemegang kendaraan dan/atau pejabat /pegawai yang lebih senior dan Ketua serta Wakil Ketua DPRD
yang telah mempunyai masa bhakti 5 (lima) tahun mendapat prioritas untuk membeli kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kesempatan untuk membeli kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya 1 (satu) kali kecuali memiliki tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun.
32
Pasal 56
Kendaraan Dinas Operasional khusus/lapangan yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih karena rusak atau tidak efisien lagi bagi keperluan dinas dapat dijual/dihapus.
Pasal 57
(1) Pelaksanaan penjualan kendaraan perorangan dinas kepada Pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan pelelangan kendaraan dinas operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilaksanakan melalui pelelangan terbatas yang akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(2) Penjualan kendaraan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas.
(3) Hasil penjualan/pelelangan disetor sepenuhnya ke Kas Daerah.
(4) Penghapusan dari Daftar Inventaris ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah harga penjualan/sewa-beli Kendaraan dimaksud dilunasi.
(5) Pelunasan harga penjualan kendaraan perorangan dinas dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun.
(6) Pelunasan harga pelelangan kendaraan dinas operasional dilaksanakan sekaligus.
Pasal 58
(1) Kendaraan perorangan dinas, kendaraan dinas operasional/ kendaraan dinas jabatan dan kendaraan operasional khusus/lapangan selama belum dilunasi, Kendaraan tersebut masih tetap milik Pemerintah Daerah dan tidak boleh dipindahtangankan.
(2) Selama Kendaraan tersebut belum dilunasi dan masih dipergunakan untuk kepentingan dinas, biaya perbaikan dan pemeliharaan ditanggung oleh Pembeli.
33
(3) Bagi mereka yang tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dapat dicabut haknya untuk membeli kendaraan dimaksud dan selanjutnya kendaraan tersebut tetap milik Pemerintah Daerah.
B
agian Kedua
Penjualan Rumah Dinas
Pasal 59
Bupati menetapkan penggunaan rumah milik Daerah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang perubahan/penetapan status rumah-rumah negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 60
Penjualan rumah milik Daerah memperhatikan penggolongan rumah dinas sesuai peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 61
(1) Rumah Daerah yang dapat dijual-belikan adalah :
a. Rumah Daerah Golongan II yang telah diubah golongannya menjadi Rumah Daerah Golongan III;
b. Rumah Daerah Golongan III yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih dapat dijual/disewa-belikan kepada Pegawai.
(2) Pegawai yang dapat membeli adalah pegawai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1994, sudah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih dan belum pernah membeli atau memperoleh rumah dengan cara apapun dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat.
34
(3) Pegawai yang dapat membeli rumah adalah penghuni pemegang Surat Ijin Penghunian (SIP) yang ditetapkan oleh Bupati.
(4) Rumah dimaksud tidak dalam sengketa.
(5) Rumah Daerah yang dibangun di atas tanah yang tidak dikuasai oleh Pemerintah Daerah, maka untuk perolehan Hak Atas Tanah tersebut harus diproses tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 62
Harga Rumah Daerah Golongan III beserta atau tidak beserta tanahnya ditetapkan oleh Bupati berdasarkan harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh Panitia yang dibentuk dengan Keputusan Bupati.Pelaksanaan penjualan/sewa beli Rumah Daerah Golongan III ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 63
(1) Pelunasan harga penjualan rumah dilaksanakan paling lambat 10 (sepuluh) tahun.
(2) Hasil penjualan rumah Daerah Golongan III milik Daerah disetorkan sepenuhnya ke Kas Daerah.
(3) Pelepasan hak atas tanah dan penghapusan dari Daftar Inventaris ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah harga penjualan/sewa beli atas tanah dan atau bangunannya dilunasi.
(4) Tata cara penjualan Rumah Dinas Golongan III sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 diatur dengan Peraturan Bupati.
B
agian Ketiga
T
ukar Menukar
Pasal 64
(1) Tukar menukar Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan :
35
a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;
b. untuk optimalisasi Barang Milik Daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Tukar menukar Barang Milik Daerah dapat dilakukan dengan pihak :
a. pemerintah pusat;
b. badan usaha milik daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya;
c. swasta.
Pasal 65
(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa :
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati sesuai dengan batas kewenangannya.
(3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(4) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
36
Pasal 66
(1) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengelola barang mengajukan usul tukar menukar tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan perlunya tukar menukar tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Bupati dapat mempertimbangkan untuk menyetujui dan menetapkan tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;
d. tukar menukar tanah dan/atau bangunan dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedoman pada ketentuan pada Pasal 52 ayat (2);
e. pengelola barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan Bupati;
f. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(2) Tukar menukar barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji alasan/pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
37
d. pengguna barang melaksanakan tukar menukar dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
e. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
B
agian Keempat
H
ibah
Pasal 67
(1) Hibah Barang Milik Daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. bukan merupakan barang rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak;
c. tidak digunakan lagi dalam menyelenggaraan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 68
(1) Hibah barang milik daerah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannnya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati sesuai batas kewenangannya.
38
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Pasal 69
(1) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengelola barang mengajukan usul hibah tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai dengan alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2);
c. Apabila memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bupati dapat mempertimbangkan untuk menetapkan dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan;
d. Proses persetujuan hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 52 ayat (1);
e. Pengelola barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan Bupati;
f. Pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(2) Hibah barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengguna barang mengajukan usul kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
39
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2);
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelola barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenangannya;
d. pengguna barang melaksanakan hibah dengan berpedoman pada persetujuan pengelola barang;
e. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
B
agian Kelima
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Pasal 70
(1) Penyertaan modal milik daerah atas barang milik daerah dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki daerah;
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukan bagi badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki daerah dalam rangka penugasan pemerintah daerah; atau
b. barang milik daerah lebih optimal apabila dikelola oleh badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnnya yang dimiliki daerah baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
40
Pasal 71
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
c. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
(2) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati
(3) Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati;
(4) Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan pengelola barang.
Pasal 72
(1) Penyertaan modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a dan b dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pengelola barang mengajukan usul penyertaan modal pemerintah atas tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai dengan alasan/pertimbangan, dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, Bupati dapat mempertimbangkan untuk menetapkan
41
dan/atau menyetujui tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah;
d. proses persetujuan penyertaan modal pemerintah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 52 ayat (1);
e. pengelola barang melaksanakan penyertaan modal pemerintah daerah dengan berpedoman pada persetujuan Bupati;
f. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
g. pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
h. pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya milik daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah peraturan daerah ditetapkan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. pengguna barang mengajukan usulan kepada pengelola barang disertai alasan/pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi pengguna barang;
b. pengelola barang meneliti dan mengkaji berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70;
c. apabila memenuhi syarat sesuai peraturan yang berlaku, pengelola dapat mempertimbangkan untuk menyetujui sesuai batas kewenanganannya;
d. pengelola barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;
e. pengelola barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD untuk ditetapkan;
42
f. Pengguna barang melakukan serah terima barang kepada badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya milik daerah yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Daerah ditetapkan
B
agian Keenam
Pelepasan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
Pasal 73
Pemindahtanganan yang bertujuan untuk pengalihan atau penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ayat (2) huruf a tata cara administrasi pelepasan haknya diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB
XI
PENATAUSAHAAN ENATAUSAHAANENATAUSAHAAN
B
agian Pertama
Pembukuan
Pasal 74
(1) Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna Barang melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) menurut penggolongan dan Kodefikasi Barang.
(2) Pengelola dan/atau Pejabat yang ditunjuk menghimpun pencatatan Barang Milik Daerah dalam Daftar Barang Milik Daerah menurut penggolongan barang dan Kodefikasi Barang.
(3) Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
43
B
agian Kedua
I
nventarisasi
Pasal 75
(1) Pengguna Barang melakukan inventarisasi Barang Milik Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun (Sensus Barang Milik Daerah).
(2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1), Barang Milik Daerah yang berupa Persediaan dan Konstruksi Dalam Pengerjaan, Pengguna Barang melakukan inventarisasi setiap tahun.
(3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengelola Barang paling lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi.
Pasal 76
Hasil inventarisasi barang milik daerah yang dikuasai Pemerintah Daerah dihimpun oleh Pengelola atau Pejabat yang ditunjuk.
B
agian Ketiga
Pelaporan
Pasal 77
(1) Pengguna/Kuasa Pengguna Barang menyusun laporan barang semesteran dan tahunan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
(3) Pengelola menghimpun laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi Laporan Barang Milik Daerah (LBMD).
44
BAB
XII
PEMBINAAN , PEN GEN DALIAN DAN PEN GAWASAN
Pasal 78
(1) Pembinaan terhadap tertib pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-gundangan.
(2) Pengendalian terhadap tertib pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Bupati dalam hal ini dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah/Barang Milik Daerah, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengawasan terhadap Pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Bupati.
(4) Pengawasan fungsional dilakukan oleh aparat pengawas fungsional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
XIII
KETENTUAN LAIN -LAIN
Pasal 79
(1) Dalam pelaksanaan tertib Pengelolaan Barang Milik Daerah, disediakan tunjangan tambahan penghasilan PNS yang dibebankan pada APBD
(2) Pengelolaan Barang Milik Daerah yang mengakibatkan pendapatan dan penerimaan daerah diberikan tunjangan tambahan penghasilan PNS kepada aparat Pengelola Barang yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah kepada penyimpan barang, pengurus barang, dan kepala gudang dalam melaksanakan tugasnya diberikan tunjangan tambahan penghasilan PNS yang besarnya ditetapkan oleh Bupati.
45
BAB
XIV
TUNTUTAN TUNTUTAN
P
ERBEN
DAHARAAN
DAN TUNTUTAN TUNTUTAN GANTI RU GI BARAN G
Pasal 80
(1) Penyimpan barang yang lalai melaksanakan kewajibannya dan mengakibatkan kekurangan perbendaharaan dikenakan tuntutan perbendaharaan;
(2) Pengurus barang yang lalai/mengakibatkan kerugian daerah dikenakan tuntutan ganti rugi.
(3) Dalam hal terdapat kekurangan perbendaharaan pada seorang Penyimpan barang atau Bendaharawan Barang lalai membuat perhitungan, yang telah dberikan teguran 3 (tiga) kali berturut-turut dalam 1 (satu) bulan dikenakan tuntutan perbendaharaan biasa.
(4) Dalam hal Bendaharawan barang meninggal, melarikan diri atau berada dibawah pengampuan, lalai membuat perhitungan yang telah diberikan teguran 3 (tiga) kali berturut-turut dalam 1 (satu) bulan belum menyampaikan perhitungan dikenakan Tuntutan Ganti Rugi Barang Milik Daerah.
(5) Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB
XV
SEN
GKETA ETA BARAN G MI LIK DAERAH
Pasal 81
(1) Penyelesaian terhadap Barang Milik Daerah yang bersengketa, dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah atau mufakat oleh Satuan Kerja/Unit Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
46
(2) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai dapat dilakukan melalui upaya hukum baik secara pidana maupun secara perdata.
(3) Biaya yang timbul dalam penyelesaian sengketa dialokasikan dalam APBD.
BAB
XVI
SAN
KSI ADMINISTRASI
Pasal 82
(1) Pihak Ketiga atau masyarakat yang tidak melaksanakan kewajibannya dan atau melanggar ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi, dan/atau denda atau ganti rugi.
(2) Pihak Ketiga atau masyarakat yang tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi ganti rugi dan/atau pembatalan perjanjian.
BAB
XVII
KETENTUAN PENUTU P
Pasal 83
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan dan/atau Keputusan Bupati yang mengatur Pengelolaan Barang Milik Daerah yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 84
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
47
Pasal 85
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Yahukimo.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUP
ATI YAHUKIMO
ONES P
AHABOL

49
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
PAJAK PEN GAMBI LAN DAN PEN GOLAHAN BAHAN GALIAN GOLON GAN C
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
M
enimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertangung jawab, maka diperlukan peningkatan penyelengaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanaan kemasyarakatan yang berdayaguna dan berhasil guna berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.
bahwa salah satu Kewenangan Pemerintah Daerah adalah memanfaatkan sumber daya alam berupa pengambilan bahan galian Golongan C yang merupakan potensi alam yang patut dijaga dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk pembangunan;
c.
bahwa untuk mewujudkan hal tersebut diatas diperlukan pembinaan, pengawasan dan pengaturan dari pemerintah Daerah agar dalam pengelolaannya dapat menjaga kelestarian lingkungan sekitar;
50
d.
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada, sehingga perlu adanya perubahan;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c dan d diatas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo;
M
engingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 Tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907);
2.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Negara Nomor 3684);
3.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685); sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
4.
Undang – undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana
51
telah diubah dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
5.
Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Negara Nomor 3839);
6.
Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
7.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
8.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Tahun 2001 Nomor 135 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151)
9.
Undang- undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4189);
10.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pengununngan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan
52
Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 29);
11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
12. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4549;
13. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
53
antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82).
18. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan keputusan Presiden (Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH
Dan
BU
PATIATI YAHU KIMO
M
E M U T U S K A N:
M
enetapkan : PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO TENTAN TENTAN G PAJAK PEN GAMBI LAN DAN PEN GOLAHAN BAHAN GOLON GAN C
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Yahukimo
2. Bupati adalah Bupati Yahukimo
54
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah;
4. Pemerintah Daerah adalah Penyelengaraan Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi;
5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha mau pun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dengan badan apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, organisasi Sosial Politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan mentuk usaha lainnya;
7. Bahan galian Golongan C dalah bahan galian Golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan atau pemotongan pajak yang tertentu;
9 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dangan 1 (satu) bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah;
10 Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, atau yang dapat disebut SPTPD, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan / atau bukan obyek pajak, dan / atau bukan harta dan kewajiban, menuruk kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah;
11 Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingklat SSPD, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
55
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh kepala Daerah;
12 Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak;
13 Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sangsi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
14 Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
15 Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih bayar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya tertuang.
16 Surat Ketentuan Pajak Daerah Nihil, atau yang disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
17 Surat Tagihan Pajak Daerah, atau yang disebut STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan / atau sangsi administrasi berupa bunga dan / atau denda;
18 Pembukuan adalah suatu proses penataan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun keuangan laporan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhirnya;
19 Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan / atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan penentuan kewajiban
56
perpajakan daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakaan peraturan perundang-undangan perpajakan;
20 Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah adalah seragkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil, yang selanjutnya disebut sebagai penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu menbuat terang tindak pidana dibidang perpajakan daerah yang terjadi serta menentukan tersangkanya.
BAB
II
OB
JEK DAN SUB YEK RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama pajak pengambilan bahan galian golongan C dipungut pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C.
(2) Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian Golongan C.
(3) Bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) meliputi:
a. Asbes;
b. Batu tulis;
c. Batu setengah permata;
d. Batu kapur;
e. Batu apung;
f. Batu permata;
g. Bentonit;
h. Dolomite;
i. Feldspar;
j. Garam batu ( Halite);
k. Grafit;
57
l. Granit;
m. Gips;
n. Kalsit;
o. Kaulin;
p. Leusit;
q. Magnesit;
r. Mika;
s. Marmer;
t. Nitrat;
u. Opsiden;
v. Oker;
w. Pasir dan kerikil;
x. Pasir kuarsa;
y. Perlit;
z. Phospat;
aa. Talk;
ab. Tanah serap (fullsert earth);
ac. Tanah diatome;
ad. Tanah liat;
ae. Tawas;
af. Yarosif;
ag. Tras;
ah. Zeloit;
Pasal 3
(1) Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengexploitasi atau mengambil /mengunakan bahan galian golongan C.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan exploitasi bahan galian Golongan C.
58
BAB
III
DASAR PEN GENAAN TARIFTARIF PAJAK DAN
PEN GHITUN GAN PAJAK
Pasal 4
(1) Dasar pengenaan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil pengambilan galian golongan C
(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan volume / tonase hasil exploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C
(3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada masing-masing bahan galian golongan C ditetapkan oleh Bupati Yahukimo sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku dilokasi setempat;
(4) Harga standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang penambangan bahan galian golongan C.
Pasal 5
(1) Besarnya tarif pajak bahan galian golongan C ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen ) dari nilai pasar;
(2) Besarnya tarif pajak dan jenis bahan galian golongan C akan ditetapkan dengan keputusan Bupati Kabupaten Yahukimo
Pasal 6
Besarnya pokok pajak pengambilan bahan galian golongan C yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal (5) dengan dasar pengenaan pajak sebagai mana dimaksud dalam pasal (4).
59
BAB
IV
WILAYAH PEMUN GUTAN UTAN
Pasal 7
(1) Wilayah adalah wilayah kabupaten Yahukimo
(2) Pajak yang terutang dipungut diwilayah kabupaten Yahukimo
(3) Pajak pengambilan bahan galian golongan C yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat pengambilan bahan galian golongan C.
BAB
V
MASA
PAJAK, SAAT SAAT PAJAK TERUTAN TERUTAN G DAN SURAT SURAT PEMBERITAHUAN EMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya ditetapkan oleh Bupati Yahukimo sebagai dasar untuk besarnya pajak terutang.
Pasal 9
Potongan pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin kecuali bila wajib pajak mengenakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Pasal 10
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat kegiatan exploitas bahan galian golongan C dilakukan.
60
Pasal 11
(1) Setiap pajak harus mengisi SPTPD
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya;
(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.
BAB
VI
TATATATATATATATA
C
ARA
PEN GHITUN GAN DAN PENETA ENETAPAN PAJAK
Pasal 12
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) kepala Daerah menetapkan pajak tertuang dengan menertibkan SKPD;
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD diterima dikenakan sangsi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan menertibkan STPD;
Pasal 13
(1) Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) Tahun sesudah saat terutangnya pajak, kepala Daerah dapat menerbitkan:
a. SKPDKB
b. SKPDKBT
c. SKPDN
61
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (a) ditertibkan:
a. Apabila berdasarkan hasil pemerikasaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau yang terlambat dibayar;
b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sangsi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau telambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat ) bulan dihitung sejak terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak kurang atau terlambat dibayar dengan jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagai mana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditertibkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sangsi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak;
(5) SKPDN sebagai mana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditertibkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pada ayat (a) dan (b) tidak dan atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menertibkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan.
62
BAB
VII
TATATATATATATATA
C
ARA
PEMBA YARAN
Pasal 14
(1) Pembayaran pajak dilakukan di kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu tang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, STPD;
(2) Apa bila pembayaran dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas Daerah selambat-lambatnya 1 X 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati;
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melakukan SSPD;
Pasal 15
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas;
(2) Bupati dapat memberikan persetujuan Kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak tentang pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan;
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebelum dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar;
(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang telah ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau yang kurang dibayar;
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Bupati;
63
Pasal 16
(1) Surat pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan;
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaraan dan buku penreimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
BAB
VIII
TATATATATATATATA
C
ARA
PENA GIHAN PAJAK
Pasal 17
(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7(tujuh) hari setelah sejak saat jatuh tempo pembayaran;
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis wajib pajak harus melunasi pajak teutang;
(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai mana dimaksud pada ayat 1(satu) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Bupati;
Pasal 18
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar untuk tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana dintentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa;
(2) Pejabat menertibkan surat paksa segera setelah lewat 21 ( dua puluh satu) hari sejak surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis,
64
Pasal 19
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 X 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat yang ditunjuk oleh Bupati segera menerbitkan surat perintah pelaksanakaan penyitaan;
Pasal 20
(1) Setelah melakukan penyitaan dan wajib pajak belum melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanaan penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada kantor lelang Negara;
(2) Sebelum adanya kantor lelang Negara di Kabupaten Yahukimo, wewenag penyitaan dan wewenang penyitaan diliimpahkan oleh Bupati kabupaten Yahukimo kepada pejabat Dinas Pendapatan Daerah;
Pasal 21
Setelah kantor lelang menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis pada wajib pajak;
Pasal 22
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk melaksanakaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati.
BAB
IX
PEN GURAN GAN , KERIN GANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 23
(1) Kepala daerah berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak;
65
(2) Tata cara pemberian pengurangan keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) ditetapkan oleh kepala Daerah.
BAB
X
TATATATATATATATA
C
ARA
PEMBETU LAN , PEMBATA EMBATAEMBATALAN ,PEN GURAN GAN PENETA ENETAPAN ,DAN PEN GHA PUSAN ATAUATAUATAU PEN GURAN GAN SAN KSI ADMINISTRASI
Pasal 24
(1) Bupati karena jabatan yang ditunjuk atau atas pemohonan wajib pajak dapat:
a) Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah;
b) Membatalkan atau mengurangi ketetapan pajak yang tidak benar;
c) Mengurangkan atau menghapus sanksi Administrasi berupa bunga denda dan kenaikan pajak yang tertuang;
d) Wajib pajak dikenakan sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sangsi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) harus disampaikan secara tertulis oleh wajib pajak kepada Bupati atau pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan menberikan alasan yang jelas;
66
(3) Bupati atau Pejabat yang berwenang paling lambat 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima harus sudah memberikan keputusan;
(4) Apabila sudah lewat waktu dalam 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Bupati atau pejabat yang berwenang tidak memberikan keputusan, permohonan membetulkan, pembatalan, pengurangan, ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sangksi Administrasi dianggap dikabulkan;
BAB
XI
KEBERATAN EBERATANEBERATAN DAN BAN DIN G
Pasal 25
(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat atas suatu:
a) SKPD;
b) SKPDKB
c) SKPDKBT
d) SKPDLB
e) SKPDN
f) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan Perpajakan yang berlaku.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh wajib pajak atau tanggal pemotongan / pemungutan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang jelas, kecuali dapat dipenuhi karena pada keadaan diluar kekuasaannya;
67
(3) Kepala Daerah atau pejabat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima. Sudah diberi keputusan;
(4) Apa bila sudah lewat 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat tidak memberikan keputusan. Permohonan keberatan dianggap dikabulkan;
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajibannya membayar pajak.
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal (24) atau banding sebagaimana dalam pasal (25) dikabulkan sebagian atau seluruhnya. Kelebihan pembayaran pembayaran pajak dikembalikan dengan tambahan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh Empat) bulan;
BAB
XII
PEN GEMBA LIAN KELEBIHAN PEMBA YARAN PAJAK
Pasal 27
(1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada Bupati atau Pejabat;
(2) Bupati atau Pejabat dalam waktu paling lambat 12 (dua belas ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan;
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 ( satu) bulan;
68
(4) Apabila wajib pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak yang dimaksud
(5) Pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua ) bulan sejak ditertibkan SKPDLB dengan menertibkan surat membayar kelebihan pajak (SPMKP);
(6) Apabila pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2(dua) bulan sejak diterbikanya SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak;
Pasal 28
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajaknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (4), pembayarannya dilakukan dengan cara memindah bukukan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB
XIII
KADALUARSA
Pasal 29
(1) Hak untuk malakukan penagihan pajak kedaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 ( lima ) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh pada:
a) Ditertibkan surat teguran dan surat paksa atau;
b) Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung.
69
BAB
XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Negara dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu ) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang;
(2) Wajib Pajak dengan sengaja tidak melampirkan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan dengan tidak lengkap atau melampirkan dengan tidak benar sehingga merugikan keuangan Negara, Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.
Pasal 31
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal (30) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak.
BAB
XV
PEN YIDIKAN
Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 80 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
70
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah:
a) Menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b) Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut:
c) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan tindak pidana dibidang perpajakan didaerah tersebut:
d) Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
e) Melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, catatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka malaksanakan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah;
g) Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf (e)
h) Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
i) Memangil seseorang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j) Menghentikan penyidikan;
k) Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah menurut hukum yang dapat dipertangungjawabkan.
71
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kapada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata
BAB
XVI
KETENTUAN PENUTU P
Pasal 33
(1) Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dinyatakan tidak berlaku;
(2) Hal-hal teknis mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 34
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
Pasal 35
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Yahukimo.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUPATI YAHUKIMO,
ONES PAHABOL

73
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
RETRIBUSI
ADMINISTRASI KEPEN DUDUKAN
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
M
enimbang : a. bahwa dalam upaya optimalisasi sumber-sumber Pendapatan asli daerah (PAD) khususnya dibidang pelayanan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Akta Catatan Sipil di Kabupaten Yahukimo, maka dipandang perlu melakukan pungutan terhadap biaya administrasi tersebut di atas.
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Administrasi Kependudukan.
M
engingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907);
2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 135) sebagaimana
74
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4684 );
3.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pengununngan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 29);
4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119);
75
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82).
9.
Keputusan Bupati Kabupaten Yahukimo Nomor 99 tahun 2009 tanggal 10 September 2009 tentang Kewenangan penanda tanganan Kartu Keluarga,Kartu Penduduk dan Akta Catatan Sipil.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
DAN
BU
PATIATI YAHU KIMO
MEMUTUS
KAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Yahukimo.
b. Pemerintah Daerah adalah Lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Yahukimo yang terdiri dari Bupati beserta Perngkat
76
Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif Daerah Kabupaten Yahukimo
c. Bupati ialah Bupati Yahukimo.
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Yahukimo yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Yahukimo yang berfungsi sebagai lembaga legislatif kabupaten yahukimo
e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Yahukimo;
f. Retribusi Jasa Umum adalah Retribusi atas Jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan hokum;
g. Penduduk adalah setiap orang yang statusnya Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang bertempat tinggal tetap dalam Wilayah Negara Indonesia dan telah Memenuhi Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya dapat disingkat KTP adalah Kartu sebagai tanda bukti ( legitimasi ) bagi setiap penduduk baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing;
i. Setiap Penduduk Warga Negara Indonesia diwajibkan mendaftarkan diri kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mendapatkan Kartu Keluarga (KK) sedang Orang asing didaftarkan apabila yang baersangkutan telah memiliki surat tinggal tetap di Indonesia;
j. Akta Catatan Sipil adalah Akta Otentik yang berisi catatan lengkap seseorang mengenai Kelahiran, Perkawinan,Perceraian,Lematian,pengakuan dan pengesahan Anak,Pengangkatan dan Perubahan Nama yang diterbitkan dan disimpan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
k. Kutipan Akta adalah catatan yang dikutip dari Akta Catatan Sioil yang merupakan alat bukti sah bagi diri yang bersangkutan maupun pihak ketiga mengenai kelahiran, perkawinan, perceraian, kematitan, pengakuan dan pengesahan anak, pengakatan dan perubahan nama;
77
l. Kutipan Akta ke dua dan seterusnya yang dapat diterbitkan oleh Dinas kependudukan dan Cipil Sipil apabila kutipan Akta asli (pertama) hilang,rusak atau musnah setelah dibuktikan dengan surat keterangan dari pihak berwajib;
m. Salinan Akta adalah salinan lengkap isi akta catatan sipil yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan tugas u Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
BAB
II
NAMA
OB YEK DAN SUB YEK WAJIB RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Obyek Retribusi Administrasi Kependudukan adalah pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum dan atau pribadi yang meliputi :
1. Pelayanan Kartu Keluarga (KK)
2. Pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3. Pelayanan Akta catatan Sipil/Perkawinan
4. Pelayanan Akta Kelahiran
5. Pelayanan Akta Perceraian
6. Pelayanan Akta Pengakuan anak
7. Pencatatan kematian
(2) Subyek Retribusi Administrasi Kependudukan adalah orang pribadi yang menggunakan/menikmati pelayanan administrsi kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Yahukimo.
78
BAB
III
B
agian Pertama
PELAYANAN KARTU ARTU KELUAR GA
Pasal 3
(1) Biaya penerbitan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia sebesar Rp.15.000; (lima belas ribu rupiah)
(2) Biaya penerbitan Kartu Keluarga sementara bagi Warga Negara Asing sebesar Rp.30.000; (tiga puluh ribu rupiah)
B
agian Kedua
PELAYANAN KARTU ARTU TANTAN DA PEN DUDUK
Pasal 4
(1) Biaya penerbitan Kartu Penduduk bagi Warga Negara Indonesia sebesar Rp.50.000; (lima Puluh ribu rupiah)
(2) Biaya penerbitan Kartu Penduduk bagi Warga Negara Asing sebesar Rp.75.000; (tujuh puluh lima ribu rupiah)
(3) Biaya Penerbitan Kartu Penduduk Sementara bagi Warga Negara Indonesia Sebesar Rp.25.000; (Dua Puluh Lima rupiah)
(4) Biaya Penerbitan Kartu Penduduk Sementara bagi warga Negara Asing sebesar Rp.35.000; (Tiga puluh Lima ribu rupiah)
B
agian Ketiga
PELAYANAN AKTATA CATATANATATANATATANATATANATATAN SI PIL
Pragraf 1
A
kta Perkawinan
79
Pasal 5
(1) Biaya Pencatatan Perkawinan Warga Negara Indonesia ditetapkan sebagai berikut:
a. Didalam kantor sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
b. Diluar Kantor sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
(2) Biaya pencatatan Perkawinan Warga Negara Asing ditetapkan sebagai berikut:
a. Didalam kantor sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
b. Diluar Kantor sebesar Rp.600.000; (enam ratus ribu rupiah)
(3) Disamping biaya tersebut ayat (1) bagi warga Negara Indonesia dan ayat (2) bagi Warga Negara Asing, yang bersangkutan diwajibkan membayar Biaya kutipan Akta Perkawinan adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia (satu set suami dan istri) sebesar Rp.30.000; (tiga puluh ribu rupiah)
b. Warga Negara Asing (satu set suami dan istri) Rp.90.000; (Sembilan puluh ribu rupiah)
(4) Biaya Salinan Akta Perkawinan Warga Negara Indonesia sebesar Rp. 15.000,- (Lima Belas Ribu Rupiah)
(5) Biaya Salinan Akta Perkawinan Warga Negara Asing sebesar Rp. 20.000,- (Dua Puluh Ribu Rupiah)
Pasal 6
Bagi pencatatan perkawinan yang melebihi jangkah waktu satu 1 (satu) bulan sejak tanggal pengesahan perkawinan menurut agama dikenakan biaya:
a. Warga Negara Indonesia dalam kantor Rp.250.000; (Dua ratus Lima Puluh ribu rupiah)
80
b. Warga Negara Indonesia diluar kantor sebesar Rp.350.000; (Tiga Ratus Lima Puluh ribu rupiah)
c. Warga Negara Asing didalam kantor sebesar Rp.400.000;(empat ratus ribu rupiah)
d. Warga Negara Asing diluar kantor sebesar Rp.500.000;(lima ratus ribu rupiah)
Paragraf 2
A
kta Kelahiran
Pasal 7
(1) Biaya pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran Warga Negara indonesia adalah sebagai berikut :
a. Anak ke satu dan anak kedua sebesar Rp.25.000; (Dua Puluh Lima ribu rupiah);
b. Anak ketiga dan seterusnya sebesar Rp.50.000;(Lima Pulub Ribu rupiah);
(2) Biaya Pencatatan dan Penerbitan kutipan Akta Kelahiran Warga Negara Asing adalah sebagai berikut:
a. Anak Kesatu dan anak kedua sebesar Rp.250.000; (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
b. Anak ketiga dan seterusnya sebesar Rp.350.000; (tiga ratus lima puluh ribu rupiah)
(3) Biaya Salinan Akta Kelahitan Warga Negara Indonesia sebesar Rp. 15.000,- (Lima Belas Ribu Rupiah)
(4) Biaya Salinan Akta Kelahiran Warga Negara Asing sebesar Rp. 20.000,- (Dua Puluh Ribu Rupiah)
Paragraf 3
A
kta Perceraian
81
Pasal 8
(1) Biaya pencatatan dan penerbitan Kutipan akta perceraian Warga Negara Indonesia(satu set) sebesar Rp.200.000 (dua ratus ribu rupiah)
(2) Biaya pencatatan dan penerbitan kutipan Akta Perceraian Warga Asing (satu set) sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
Pasal 9
(1) Bagi pencatatan dan perceraian yang melebihi jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal keputusan pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan Hukum yang tetap dikenakan biaya:
a. Warga Negara Indonesia sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
b. Warga Negara Asig sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
Pasal 10
(1) Biaya kutipan Akta Perceraian kedua dan seterusnya untuk Warga Negara Indonesia sebesar Rp.250.000; (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
(2) Biaya kutipan Akta Perceraian kedua dan seterusnya untuk Warga Negara Asing sebesar Rp.350.000; (tiga ratus lima puluh ribu rupiah)
(3) Biaya salinan Akta Perceraian Warga Negara Indonesia sebesar Rp.100.000; (seratus ribu rupiah)
(4) Biaya salinan Akta Perceraian Warga Negara Asing sebesar Rp.150.000; (seratus lima puluh ribu rupiah)
Paragraf 4
A
kta Pengakuan Dan Pengesahan Anak
82
Pasal 11
(1) Biaya Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Pengakuan Anak oleh Warga Negara Indonesia sebesar Rp.150.000; (seratus lima puluh ribu rupiah)
(2) Biaya Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta pengakuan Anak oleh Warga Negara Asing sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
Pasal 12
(1) Biaya pencatatan peangesahan oleh Warga Negara Indonesia sebesar Rp.150.000; (seratus lima puluh ribu rupiah)
(2) Biaya pencatatan pengakuan anak oleh Warga Negara Asing sebesar Rp.300.000; (tiga ratus ribu rupiah)
Pasal 13
(1) Biaya kutipan Akta pengakuan anak kedua dan seterusnya untuk Warga Negara Indonesia sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
(2) Biaya kutipan Akta pengakuan anak kedua dan seterusnya untuk Warga Negara Asing Rp.350.000; (tiga ratus lima puluh ribu rupiah)
(3) Biaya salinan Akta pengakuan dan pengesahan anak oleh Warga Negara Indonesia sebesar Rp.100.000; (seratus ribu rupiah)
(4) Biaya salinan Akta pengakuan dan Pengesahan anak oleh Warga Negara Asing sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
Pasal 14
Bagi pencatatan pengangkatan anak yang melebihi jangka waktu satu bulan sejak tanggal keputusan pengangkatan Anak dari Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap
83
dan atau tanggal pengukuhan pengadilan negeri bagi pengakatan Anak melalui NOTARIS, dikenakan biaya sebagai berikut:
(1) Warga Negara Indonesia sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
(2) Warga Negara Asing sebesar Rp.350.000;(tiga ratus lima puluh ribu rupiah)
Paragraf 5
Pencatatan Perubahan Nama
Pasal 15
Biaya Pencatatan Perubahan Nama Sebesar Rp.100.000;(seratus ribu rupiah)
Paragraf 6
Pencatatan Kematian
Pasal 16
(1) Biaya pencatatan dan penerbitan kutipan akta Kematian warga Negara Indonesia sebesar Rp.100.000; (seratus ribu rupiah)
(2) Biaya pencatatan dan penerbitan kutipan akta kematian Warga Negara asing sebesar Rp.200.000; (dua ratus ribu rupiah)
(3) Biaya salinan Akta kematian Warga Negara indonesi sebesar Rp.15.000; (lima belas ribu rupiah)
(4) Biaya salinan Akta kematian Warga Negara Asing sebesar Rp.100.000; (seratus ribu rupiah)
84
B
agian Keempat
BIA
YA PENERBITAN ENERBITAN KETERAN GAN DAN
TANTAN
D
A
BU KTI PELAPORAN
Pasal 17
(1) Biaya penerbitan surat keterangan catatan Sipil bagi Warga Negara Indonesia sebesar Rp.20.000; (dua puluh ribu rupiah)
(2) Biaya penerbitan surat keterangan catatan Sipil bagi Warga Negara Asing sebesar Rp.50.000; (lima puluh ribu rupiah)
Pasal 18
(1) Biaya pelaporan dan penerbitan tanda bukti pelaporan Warga Negara Indonesia mengenai kelahiran,perkawinan,perceraian dan kematian yang terjadi di luar Negeri sebesar Rp.50.000;(lima puluh ribu rupiah)
(2) Pelaporan sebagaimana yang dimaksud ayat satu yang melebihi jangka waktu satu tahun sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia dikenakan biaya sebesar Rp.100.000; (seratus ribu rupiah)
BAB
IV
KETENTUAN PENUTU P
Pasal 19
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan dan/atau Keputusan Bupati yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.
85
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Yahukimo.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUPATI YAHUKIMO,
ONES PAHABOL

87
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
SUSUNAN OR GANISASI DAN TATATATATATATATA KER JA
DINAS PEN DAPATANATANATAN , KEUAN GAN DAN ASET DAERAH
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sebagai upaya meningkatkan pelayanan umum, kelembagaan perangkat daerah sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka dipandang perlu menata ulang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah;
b.
bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo yang mengatur tentang Organisasi Perangkat Daerah meliputi Dinas Pendapatan Daerah, Bagian Keuangan dan Bagian Pengelolaan Barang Daerah Setda dipandang tidak sesuai perkembangan yang ada sehingga perlu adanya penataan kelembagaan yang baru;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b,perlu diatur dan di88
tetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo.
M
engingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2507);
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809);
3.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 135) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4684 );
4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43890;
89
5.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan
90
dan Pemberhentian Pegawai Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembarana Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
14.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang petunjuk teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah;
15.
Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor10);
16.
Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor11).
91
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH
KABU PATENATEN YAHU KIMO
Dan
BU
PATIATI YAHU KIMO
MEMUTUS
KAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS PENDAPATAN, KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO
B
A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Yahukimo;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Yahukimo Daerah;
3. Bupati adalah Bupati Yahukimo;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Yahukimo;
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Yahukimo;
6. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Kabupaten Yahukimo;
7. Dinas adalah Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
92
8. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
9. Sekretariat Dinas adalah Sekretariat Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
10. Bidang adalah Bidang Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
11. Sub Bagian adalah Sub Bagian pada Sekretariat Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
12. Seksi adalah Seksi pada Bidang Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
13. Unit Pelaksana Teknis Dinas yang selanjutnya disingkat UPTD adalah unsur pelaksana operasional dinas yang merupakan unit kerja;
14. Unit Pelaksana Teknis Dinas dipimpin oleh seorang Kepala berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas;
15. Kelompok Jabatan Fungsional adalah Kelompok Jabatan Fungsional pada Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo.
BAB
II
PEMBENTU KAN , KEDUDUKAN , SUSUNAN OR GANISASI , TU GAS POKOK DAN FUN GSI
B
agian Kesatu
Pembentukan
Pasal 2
Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk Organisasi Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah.
93
B
agian Kedua
Kedudukan
Pasal 3
Dinas adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
B
agian Ketiga
S
usunan Organisasi
Pasal 4
(1) Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah terdiri dari:
a. Kepala Dinas:
b. Sekretariat, terdiri dari:
1. Sub Bagian Umum;
2. Sub Bagian Keuangan;
c. Bidang Pendapatan Daerah terdiri dari:
1. Seksi Pajak dan Retribusi;
2. Seksi Penerimaan Lain-lain.
d. Bidang Anggaran, terdiri dari :
1. Seksi Penganggaran;
2. Seksi Otorisasi Anggaran.
e. Bidang Perbendaharaan, terdiri atas:
1. Seksi Belanja Daerah;
2. Seksi Belanja Pegawai.
f. Bidang Akuntansi terdiri dari :
1. Seksi Kas Daerah;
2. Seksi Verifikasi;
3. Seksi Akuntansi Pemerintah Daerah.
94
g. Bidang Aset Daerah, terdiri dari :
1. Seksi Perencanaan dan Standarisasi;
2. Seksi Inventarisasi dan Penghapusan;
h. UPTD
i. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
B
agian Keempat
T
ugas Pokok dan Fungsi
Pasal 5
(1). Dinas mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan daerah bidang pendapatan, keuangan dan aset daerah serta tugas lainnya yang diberikan Bupati;
(2). Dalam menyelenggarakan tugas pokok, Dinas mempunyai fungsi :
Perumusan kebijakan teknis sesuai lingkup tugasnya;
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;
b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
(3). Perincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas akan diatur dalam Perturan Bupati.
95
BAB
III
KELOM POK JABATAN ABATANABATAN FUN GSIONA L
Pasal 6
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas sesuai dengan keahlian dan kedudukan.
BAB
IV
B
agian Kesatu
ESE
LON
Pasal 7
(1) Kepala Dinas adalah Jabatan Struktural Eselon II.B
(2) Sekretaris adalah Jabatan Struktural Eselon III.A
(3) Kepala Bidang adalah Jabatan Struktural Eselon III.B
(4) Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas adalah Jabatan Struktural Eselon IV.A
B
agian Kedua
PEN GAN GKATANATANATAN DAN PEMBERHENTIAN DALAM JABATAN ABATANABATAN
Pasal 8
(1) Kepala Dinas diangkat dan diberhentikan oleh Bupati setelah dikonsultasikan dengan Gubernur.
(2) Sekretaris dan Kepala Bidang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atas usul Sekretaris Daerah;
(3) Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas dapat diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atas usul Sekretaris Daerah setelah dikonsultasikan dengan Kepala Dinas;
96
(4) Kelompok Jabatan Fungsional dapat diangkat dan diberhentikan oleh Bupati.
BAB
V
TATATATATATATATA
K
ER
JA
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi wajib menerapkan Prinsip Koordinasi Integrasi dan Sinkronisasi baik dalam lingkungan masing-masing maupun antar Organisasi sesuai dengan tugas masing-masing.
BAB
VI
PEMBIA YAAN
Pasal 10
Pembiayaan Dinas bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta sumber-sumber penerimaan lainnya yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VII
KETENTUAN PENUTU P
Pasal 11
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
97
Dinas Daerah sepanjang berkaitan dengan Organisasi Dinas Pendapatan Daerah dinyatakan tidak berlaku;
(2) Hal-hal teknis mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 12
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUPATI YAHUKIMO,
ONES PAHABOL

99
PEN JELASAN
ATASATASATAS
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: 11 TAHUNTAHUN 2008
TENTAN TENTAN
G
SUSUNAN
OR GANISASI DAN TATATATATATATATA KER JA
DINAS -DINAS DAERAH
I
. UMUM UMUM
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari Unsure Staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat, Unsur Pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat, Unsur Perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan, Unsur Pendukung Tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah, serta Unsur Pelaksana Urusan Daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.
Pemberian kewenangan kepada daerah sebagai daerah otonom, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, atas Dasar Undang-Undang tersebut memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab memberikan peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur, mengurus dan melaksanakan kewenangannya atasprakrsa sendiri sesuai dengan potensi kebutuhan dan karakteristik daerahnya demi kesejahteraan masyarakatnya.
100
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka otonomi daerah. Hal ini dimaksud untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, maka Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Yahukimo perlu diadakan penataan kembali Perangkat Daerah dilingkungan Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Yahukimo. Mengingat adanya perubahan momenklatur Bagian Tata Usaha pada Dinas menjadi Sekretariat dimaksudkan untuk lebih memfungsikan sebagai Unsur Staf dalam rangka koordinasi penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas bidang secara terpadu dan tugas pelayanan administrative.
Selain itu Esselon Kepala Bidang pada Dinas Perangkat Daerah Kabupaten Yahukimo diturunkan yang semula Esselon III a menjadi III b, dimaksudkan dalam rangka penerapan pola pembinaan karier, efisiensi, dan penerapan koordinasi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, namun demikian bagi pejabat yang sudah atau sebelumnya memangku jabatan Esselon III A, sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan kepada yang bersangkutan tetap diberikan hak-hak kepegawaian dan hak-hak administrasi
101
lainnya dalam jabatan Esselon III a, walaupun organisasinya menjadi Esselon III b dan jabatan Esselon III b tersebut efektif diberlakukan bagi pejabat yang baru dipromosikan memangku jabatan berdasarkan peraturan ini.
Pengertian pertanggungjawaban Kepala Dinas melalui Sekretaris Daerah adalah pertanggungjawaban administrative yang meliputi penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Dinas-Dinas Daerah.
Adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani, beban kerja yang menungkat dan penajaman tugas pokok dan fungsi berdasarkan potensi kebutuhan dan karakteristik daerah sesuai visi dan misi Kabupaten Yahukimo.
II. PASA L DEMI PASA L
Pasal 1 sampai dengan Pasal 26 :
Cukup jelas

103
RAN
CAN GAN
PERATUAN ERATUAN BU PATIATI YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
SUMBAN
GAN PIHA K KETI GA
(PENUM PAN G PESA WATAT UDARA ) KEPADA DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
TAHUNTAHUN
AN
GGARAN 2010
104
BU
PATIATI YAHU KIMO
PERATURAN ERATURAN BU PATIATI YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
SUMBAN
GAN PIHA K KETI GA
(PENUM PAN G PESA WATAT UDARA ) KEPADA DAERAH
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
M
enimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pendapatan daerah pada sektor jasa, dipandang perlu adanya pungutan/sumbangan sukarela pada beberapa fasilitas milik pemerintah daerah;
b.
bahwa perkembangan aktifitas pelayanan pada Bandar Udara Nop Goliat Dekai, dipandang dapat memberikan kontribusi guna peningkatan pendapatan daerah;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas, perlu adanya pungutan/sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati Yahukimo.
105
M
engingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907);
2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 135) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4684);
3.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pengununngan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 29);
4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
106
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438;
7.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82).
M
E M U T U S K A N;
Menetapkan : PERATURAN BUPATI YAHUKIMO TENTANG SUMBANGAN PIHAK KETIGA (PENUMPANG PESAWAT UDARA) KEPADA DAERAH.
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Yahukimo
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah;
3. Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah adalah Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo;
107
4. Bandar Udara adalah Bandar Udara Nop Goliat Dekai yang berkedudukan di Kota Dekai Kabupaten Yahukimo;
5. Sumbangan Pihak Ketiga adalah sumbangan dari penumpang pesawat udara yang dikenakan pada setiap pelayanan jasa kebandarudaraan sesuai dengan fasilitas yang disediakan.
BAB
II
OB
YEK DAN SUB YEK SUMBAN GAN
Pasal 2
(1) Obyek Sumbangan Pihak Ketiga adalah fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial terhadap pelayanan kebandarudaraan di Bandar Udara Nop Goliat Dekai;
(2) Subyek Sumbangan Pihak Ketiga adalah penumpang pesawat udara yang menggunakan fasilitas dan atau menikmati pelayanan kebandarudaraan di Bandar Udara Nop Goliat Dekai;
BAB
III
PEN GHITUN GAN DAN PEMANFAATAN EMANFAATAN EMANFAATANEMANFAATAN SUMBAN GAN
Pasal 3
Besarnya Sumbangan Pihak Ketiga yang terhutang oleh penumpang pesawat udara yang menggunakan jasa pelayanan dan fasilitas kebandarudaraan dihitung dengan cara mengalikan tarif pungutan dengan tingkat penggunaan jasa pelayanan kebandarudaraan.
108
Pasal 4
(1) Sebagian penerimaan dari Sumbangan Pihak Ketiga digunakan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan pungutan tersebut oleh pengelola yang telah ditunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur dengan ketentuan lebih lanjut.
BAB
IV
BESARN
YA SUMBAN GAN
Pasal 5
(1) Besaran Sumbangan Pihak Ketiga untuk penumpang pesawat adalah Rp. 10.000/Tiket;
(2) Sumbangan Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud ayat (1) Peraturan Bupati ini dapat ditinjau kembali setiap tahun.
BAB
V
TATATATATATATATA
C
ARA
PELAKSANAAN PEMUN GUTAN UTAN
Pasal 6
(1) Pemungutan Sumbangan Pihak Ketiga dilakukan pada setiap jam kerja pelayanan penerbangan.
(2) Pemungutan Sumbangan Pihak Ketiga dilakukan oleh petugas lapangan yang telah ditunjuk oleh Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Yahukimo pada setiap hari kerja.
109
BAB
VI
PENUTU P
Pasal 7
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Yahukimo.
Pasal 8
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatan dalam Berita Daerah Kabupaten Yahukimo.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUPATI YAHUKIMO,
ONES PAHABOL

111
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: TAHUNTAHUN 2010
TENTAN TENTAN
G
PERUBAHAN ATASATASATAS
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
10 TAHUNTAHUN 2008
TENTAN TENTAN
G
PEMBENTU KAN SUSUNAN OR GANISASI DAN TATATATATATATATAKER JA SE KRETARIAT RETARIAT RETARIAT DAERAH DAN SE KRETARIAT RETARIAT RETARIAT DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH
DEN GAN RAHMAT RAHMAT TUHAN YAN G MAHA ESA
BU
PATIATI YAHU KIMO ,
M
enimbang : a. bahwa untuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh instansi Perangkat Daerah dipandang perlu merubah Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Yahukimo
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo.
112
M
engingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2507);
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809);
3.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 135) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4684);
4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 43890;
5.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
113
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri SIpil Dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
114
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
12.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
14.
Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor10);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PER WAKILAN RA KYATAT DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
d
an
BU
PATIATI YAHU KIMO
MEMUTUS
KAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN YAHUKIMO NOMOR
115
10 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
Pasal 1
Beberapa ketentuan dalam Dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tatakerja Sekretariat Daerah dan Sekretarist DPRD Kabupaten Yahukimo (Lembaran Daerah Kabupaten Yahukimo Tahun 2008 Nomor 10) diubah sebagai berikut: :
1. Ketentuan pasal 5 ayat (1) angka 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5 angka 3
3. Asisten Sekretaris Daerah Bidang Administrasi Umum, terdiri dari:
1). Bagian Umum, terdiri dari:
a. Sub Bagian Tata Usaha
b. Sub Bagian Santel
c. Sub Bagian Rumah Tangga Pimpinan
d. Sub Bagian Perlengkapan
2). Bagian Arsip dan Perpustakaan, terdiri dari:
a. Sub Bagian Kearsipan
b. Sub Bagian Pengelolaan Bahan Pustaka
3). Bagian Keuangan, terdiri dari :
a. Sub Bagian Perbendaharaan
b. Sub Bagian Pembukuan dan Verifikasi
2. Fungsi pengelolaan barang daerah pada Bagian Pengelolaan Barang Daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (1) angka 3 dilekatkan pada Bagian Umum Sekretariat Daerah;
116
3. Lampiran I Bagan Struktur Organisasi Setda diubah sebagaimana terdapat dalam lampiran dan merupakan bagian tidak tepisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Yahukimo.
Ditetapkan di Sumohai
Pada tanggal
BUPATI YAHUKIMO,
ONES PAHABOL
117
PEN JELASAN
ATASATASATAS
PERATURAN ERATURAN DAERAH KABU PATENATEN YAHU KIMO
NOMOR
: 11 TAHUNTAHUN 2008
TENTAN TENTAN
G
SUSUNAN
OR GANISASI DAN TATATATATATATATA KER JA
DINAS -DINAS DAERAH
III. UMUM
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dibantu oleh Perangkat Daerah yang terdiri dari Unsure Staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Sekretariat, Unsur Pengawas yang diwadahi dalam bentuk Inspektorat, Unsur Perencana yang diwadahi dalam bentuk Badan, Unsur Pendukung Tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah, serta Unsur Pelaksana Urusan Daerah yang diwadahi dalam Dinas Daerah.
Pemberian kewenangan kepada daerah sebagai daerah otonom, maka pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, atas Dasar Undang-Undang tersebut memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab memberikan peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur, mengurus dan melaksanakan kewenangannya atasprakrsa sendiri sesuai dengan potensi kebutuhan dan karakteristik daerahnya demi kesejahteraan masyarakatnya.
118
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri, maka dalam implementasi kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi, kabupaten dan kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka otonomi daerah. Hal ini dimaksud untuk efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, maka Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Yahukimo perlu diadakan penataan kembali Perangkat Daerah dilingkungan Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Yahukimo. Mengingat adanya perubahan momenklatur Bagian Tata Usaha pada Dinas menjadi Sekretariat dimaksudkan untuk lebih memfungsikan sebagai Unsur Staf dalam rangka koordinasi penyusunan program dan penyelenggaraan tugas-tugas bidang secara terpadu dan tugas pelayanan administrative.
Selain itu Esselon Kepala Bidang pada Dinas Perangkat Daerah Kabupaten Yahukimo diturunkan yang semula Esselon III a menjadi III b, dimaksudkan dalam rangka penerapan pola pembinaan karier, efisiensi, dan penerapan koordinasi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, namun demikian bagi pejabat yang sudah atau sebelumnya memangku jabatan Esselon III A, sebelum Peraturan Daerah ini ditetapkan kepada yang bersangkutan
119
tetap diberikan hak-hak kepegawaian dan hak-hak administrasi lainnya dalam jabatan Esselon III a, walaupun organisasinya menjadi Esselon III b dan jabatan Esselon III b tersebut efektif diberlakukan bagi pejabat yang baru dipromosikan memangku jabatan berdasarkan peraturan ini.
Pengertian pertanggungjawaban Kepala Dinas melalui Sekretaris Daerah adalah pertanggungjawaban administrative yang meliputi penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas Dinas-Dinas Daerah.
Adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani, beban kerja yang menungkat dan penajaman tugas pokok dan fungsi berdasarkan potensi kebutuhan dan karakteristik daerah sesuai visi dan misi Kabupaten Yahukimo.
IV. PASA L DEMI PASA L
Pasal 1 sampai dengan Pasal 26 :
Cukup jelas
FFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFFF

Kamis, 01 Oktober 2009


Kabupaten Yahukimo



Ones Pahabol pemimpin visioner
Lompatan besar yang dicapai Kabupaten Yahukimo dalam usianya yang ke tujuh tahun tidak lepas dari tangan dingin sang kepala daerah Ones Pahabol SE, MM. Semua yang telah diabdikan untuk daerah dan rakyatnya itu sudah mendapat pengakuan dari berbagai kalangan sendiri baik dari masyarakat Yahukimo sendiri maupun dari luar. Dalam kunjungan tokoh MPR RI beberapa waktu lalu dibuat terkagum-kagum dengan pembangunan daerah ini. Bahkan pada tahun 2006 lalu YCI Jakarta (Yayasan Citra Insani) yang merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial dan peningkatan sumber daya manusia memberikan penghargaan Citra Abdi Nusa 2009 kepada Ones Pahabol SE. MM atas dharma bhaktinya dan pengabdiannya kepada nusa dan bangsa Penghargaan ini diberikan dengan dasar penilaian, Ones Pahabol telah memberikan sumbangsihnya di bidang pembangunan baik fisik maupun non fisik, serta dapat menjadi panutan bagi masyarakat, baik di wilayahnya maupun di bumi nusantara. “Saya bercita-cita untuk menjadikan Kabupaten Yahukimo sebagai daerah percotohan wilayah Indonesia Timur dalam waktu 20 tahun kedepan,” ujar Pahabol. Hal ini bukan mustahil melihat capaian yang telah diraihnya selama memimpin daerah ini. Salah satu buktinya adalah Dekai yang menjadi Ibukota Yahukimo sangat berpotensi menjadi kota besar mengingat kondisi geografisnya yang sangat strategis dengan tanah datar yang cukup luas dan dapat diakses melalui sungai maupun udara. “Selagi kita hidup harus membuat sesuatu yang terbaik untuk orang lain dan tidak hanya berbuat hal yang mementingkan diri sendiri,” kata figur religius ini.Bupati yang dikenal sangat dekat dengan rakyatnya ini tanpa ragu-ragu dan dengan rutin terbang dengan pesawat perintis ke distrik-distrik untuk melihat langsung kondisi masyarakatnya di wilayah pedalaman. Dalam salah satu kunjungannya di distrik Puldama sebuah kejadian mengharukan disaksikan langsung oleh Pahabol. seorang tenaga medis yang mengalami kebutaan, yang diantar oleh warga bertemu dengannya. Melihat tenaga medis tersebut, Pahabol begitu terharu, sehingga ia langsung memerintahkan agar tenaga medis tersebut segera ikut bersama dengannya ke Dekai (Ibu Kota) Kabupaten, untuk selanjutnya diterbangkan ke Jayapura guna mendapat perawatan yang lebih memadai. "Mantri ini harus segera diantar ke Jayapura, guna mendapat perawatan, bagaimana dia mau melayani warga di sini, jika dia sendiri sedang sakit," ujarnya ketika itu.
Pemkab juga berusaha untuk menggunakan setiap kesempatan yang dimiliki untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Seperti halnya pemanfaatan dana Rencana Strategis pembangunan kampung (Respek) maupun dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang telah diberikan langsung kepada kepala kampung dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) agar dapat dipergunakan sesuai rencana kerja yang telah dibuat, sehingga program kampung dapat terwujud guna mensejahterakan masyarakat. Pembentukan dan pengembangan Gapoktan yang akan dibentuk di setiap desa, juga harus menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan. Tahun ini adalah tahun infrastruktur, di mana 60% dana otsus digunakan untuk kebutuhan infrastuktur, seperti pendidikan dan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan rakyat banyak. “Ini semua dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Yahukimo, sehingga sejajar dengan daerah lain di Indonesia,” kata Pahabol
Figur Ones Pahabol yang begitu besar mencurahkan pengabdiannya untuk membangun Yahukimo, akhirnya mendorong Drs. Gasper Liauw, MS.i seorang penulis buku yang juga kepala Bepeda kabupaten Yahukimo untuk menuangkannya kedalam sebuah buku. Buku setebal 156 halaman berjudul “Jurnal Sang Perintis: Ones Pahabol, Suara Dari Yahukimo. Membangun Masa Depan Indonesia Dengan Penuh Harapan” ini, menceritakan perjuangan Ones Pahabol SE, MM, yang telah memimpin, merancang, dan menjadi teladan bagi semua pemimpin di Papua terutama komitmennya untuk membangun kawasan Pegunungan Tengah tanah kelahirannya. Buku ini juga berisi kesaksian publik bagaimana Ones Pahabol memperjuangkan keadilan, pemerataan dan kesejahteraan bagi rakyatnya di kabupaten Yahukimo, provinsi Papua. Buku ini juga merupakan gabungan visi-misi dari Bupati Ones Pahabol yang saat ini sedang diimplementasikan di Kabupaten Yahukimo. Buku ini menggambarkan dengan jelas mengenai persoalan-persoalan mendasar dan inisiatif-inisiatif yang ditempuh oleh Bupati Ones Pahabol dan Pemerintah Daerah Kabupaten Yahukimo untuk membangun Yahukimo dalam rangka mewujudkan sebuah masyarakat yang damai dan sejahtera, karena didorong oleh keyakinan bahwa Kabupaten Yahukimo memiliki potensi dan kekayaan alam yang besar namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan infrastruktur. Menurut Gasper masalah-masalah mendasar bagi Kabupaten Yahukimo yang diangkat dalam buku ini, seperti inisiatif-inisiatif yang telah dijalankan oleh Ones Pahabol dinilai sebagai usaha pemerintah daerah untuk keluar dari berbagai masalah yang menghimpit seperti keterbatasan infrastruktur, alat transportasi, dan isolir sehingga semakin mempersulit pelayanan pendidikan dan kesehatan di pelosok-pelosok. Hal-hal semacam ini diharapkan menjadi landasan serta panduan di masa depan untuk mengubah Kabupaten Yahukimo yang selama ini identik dengan keterbelakangan, malaria dan musibah kelaparan, menjadi sebuah masyarakat yang sejahtera dan memiliki masa depan yang penuh harapan serta menjadi salah satu pusat perekonomian di daerah pegunungan Tengah maupun di Papua.



Kegiatan Kegiatan
Beberapa kegiatan yang telah dilakukan pihaknya dalam beberapa bulan terakhir ini seperti sosialisasi keppres presiden 80 tahun 2003 yang mengatur tentang pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pedoman tersebut dianggap perlu diketahui dan dipahami oleh aparatur pemerintah, terutama mereka yang dalam tugas dan wewenangnya menangani permasalahan pengadaan barang maupun jasa. Seperti perlunya diutamakannya prinsip efisien dan efektif, dalam pengertian bahwa barang maupun jasa yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya. Peraturan Daerah (Perda) Anti Miras yang telah dibuat di Kabupaten Yahukimo. Hal ini ditujukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman keras. Hingga saat ini pemkab melalui Bagian Hukum Setda Kabupaten Yahukimo giat melakukan sosialisasi ke kampung-kampung perda tentang larangan miras 100 persen baik peredaran, penjualan maupun konsumsi miras di wilayah tersebut, akan disosialisasikan. Sosialisasi perundangan dan peraturan MPR, bimbingan teknis BPKP keuangangan, Selain pembangunan jalan, di bidang Infrastruktur juga terjadi pembangunan besar-besaran seperti pembangunan kantor bupati dan pembangunan kantor DPRD, rumah jabatan bupati, wakil bupati, sekda, barak pegawai, pembangunan listrik Mikrohidro Soba, pembangunan kantor KPU, Balai Latihan Kerja putra daerah, kantor RRI, Taman Kanak-Kanak Dekai, pembangunan 50 unit rumah sehat, perumahan bagi anggota DPRD, Eselon II, eselon III, eselon IV, gedung diklat dan gedung serbaguna APBD yang menggunakan Dana Alokasi Umum. Sementara untuk Dana Alokasi Khusus digunakan antara lain untuk pembangunan Puskesmas pembantu, dan gedung sekolah (SD, SMP).
Sementara itu untuk mengantisipasi keselamatan berlalu lintas di Dekai yang mulai ramai oleh kendaraan bermotor, pemerintah daerah melalui polres Yahukimo sedang aktif mensosialisasikan peraturan lalu lintas, seperti penggunaan helm standard, kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor dan Surat Ijin Mengemudi. Menurut Kapolres Yahukimo, AKBP Yusuf Usman, hal ini dilakukan untuk mengenalkan peraturan lalu lintas sejak dini, seiring dengan semakin ramainya lalu lintas kendaraan bermotor di Dekai dan sekitarnya. ”Sosialisasi ini dilakukan secara langsung kepada kelompok terorganisir seperti tukang ojek, yang jumlahnya mencapai 200 orang, pegawai, dan pelajar, serta masyarakat umum. Selain itu sosialisasi juga dilakukan dengan memasang spanduk dan baliho tata tertib berkendaraan bermotor. ”Hingga saat ini kami belum memiliki sarana rambu lalu lintas namun paling tidak hal ini akan menjadi pemahaman dasar bagi masyrakat luas,” kata Usman.



APBD dan Belanja Kabupaten Yahukimo Tahun 2008
Trasparansi dan akuntabilitas juga menjadi perhatian dalam penggunaan dana untuk pembangunan. Berikut ini adalah ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten Yahukimo tahun 2008. Pendapatan Daerah Kabupaten Yahukimo tahun 2008 sebesar Rp644.688.796.186, terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, sebesar 2.500.000.000, yang meliputi Retribusi daerah sebesar Rp500.000.000, dan Pendapatan Asli Daerah yang Sah, sebesar Rp2.000.000.000. Dana Perimbangan sebesar Rp577.814.724.186, yang meliputi Dana
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil bukan Pajak sebesar Rp70.901.344.186, DAU (Dana Alokasi Umum) sebesar Rp392.591.380.000, DAK (Dana Alokasi Khusus) sebesar Rp56.132.000.000, dan Dana Adhoc sebesar Rp58.190.000.000 serta Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar Rp64.374.072.000.
Sementara itu Belanja Daerah sebesar Rp644.688.802.186, yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja Tidak Langsung sebesar Rp202.001.610.661, meliputi Belanja Pegawai sebesar Rp137.850.177.162, Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp31.033.000.000, Belanja Bantuan Keungan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa sebesar Rp28.407.120.000, dan Belanja Tidak Terduga sebesar Rp4.711.313.499. Sedangkan Belanja Langsung sebesar Rp442.687.191.525, yang terdiri atas Belanja Pegawai Rp22.989.820.760, Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp148.998.013.570,94, dan Belanja Modal sebesar Rp270.699.357.194,66.

Potensi Pariwisata
Walaupun hingga saat ini Pendapatan Asli Daerah masih terbatas sumbernya, namun hal ini semakin memicu pemerintah daerah untuk meningkatkan jumlah PAD dari berbagai sektor. Salah satu sektor yang sangat berpotendi untuk dikembangkan adalah sektor pariwisata.
Sebelum pemekaran kabupaten Yahukimo dari Jayawijaya, jumlah kunjungan turis mencapai 3.500 orang setiap tahunnya, dan berdasarkan data sebagian besar kunjungannya ditujukan ke daerah yang menjadi wilayah kabupaten Yahukimo sekarang ini. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pariwisata dan kebudayaan daerah ini sangat besar. Hal ini terlihat dari kebudayaan masyarakat berbagai suku yang masih terjaga keasliannya hingga saat ini. Selain kebudayaan para pengunjung, terutama yang pencinta alam akan untuk melakukan trekking atau hiking. Yahukimo juga sangat kaya akan flora dan fauna. Ada beragam jenis satwa langka seperti burung cenderawasih, kakaktua, mambruk, nuri, kanguru pohon, kuskus, sementara aliran sungainya terdapat buaya, kura-kura moncong babi, serta ikan arwana. Sebagian besar penduduk bermukim didaerah dataran tinggi. Penduduk tersebut terbagi atas empat suku besar, yaitu Yali, yang berada di dataran tinggi yaitu distrik Ninia dan anggruk, Hupla, di daerah Kurima, Momuna, did aerah dataran rendah yaitu Dekai, Obio, dan Suno, dan Kimyal, di daerah Kwelamdua, Korupun, seredala, Langda, Bomela, dan Suntamon. Ke empat Suku besar ini memiliki karasteristik yang berbeda, mulai dari bahasa, hunian atau rumah adat, dan adat istiadat, yang semakin memperkaya kebudayaan Yahukimo. Beberapa sub suku seperti Unam Ukam yang berada di daerah Langda dan Bomela memiliki pemandangan alam, yang luar biasa di samping produk kapak batu masyarakatnya yang unik. Di wilayah ini juga terdapat Gunung Yamin yang memiliki ketinggian 4700 meter dari permukaan laut. Sementara di Momuna terkenal dengan rumah pohonnya. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Yahukimo, Naftali Elopere, SPd seiring dengan moderenisasi dan pembangunan yang dilakukan pemkab membuat masyarakat tersebut banyak yang meninggalkan kebuasaan rumah pohon dan hidup wajar dengan masyarakat lainnya. Di daerah ini juga merupakan salah satu kawasan hutan yang menyimpan sejuta pesona baik flora maupun fauna. Menurut Elopere hingga saat ini promosi pariwisatanya masih sangat terbatas, sehingga belum dikenal di luar. Hal ini menjadi tantangan serius bagi dinasnya “Tahun depan kami sudah merencanakan untuk melakukan kerjasama dengan biro-biro perjalanan baik di dalam maupun luar negeri, dan usaha lain memperkenalkan pariwisata kami yang diharapkan dapat menunjang PAD di Yahukimo,” kata Elopere.
Selain pariwisata potensi lain yang belum dimaksimalkan seperti kandungan mineral dalam tanah yang cukup melimpah. Dari berbagai hasil kegiatan eksplorasi atau upaya pencarian sumber-sumber mineral di lapangan, diperoleh informasi dan data bahwa terdapat bermacam-macam deposit mineral logam dengan jumlah cadangan yang bernilai ekonomis. Deposit emas, perak dan tembaga dalam bentuk primer, yaitu ditemukan dalam batuan induknya, terdapat dalam jumlah besar di kompleks Pegunungan Tengah yang salah satunya terdapat di Yahukimo. Cadangan total emas primer di wilayah pegunungan Papua diperkirakan mencapai 2.878,626 juta ton. Tahun 2005 lalu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Papua Paul Jantewo, wilayah Yahukimo dan Tolikara merupakan punggung pegunungan Jayawijaya. Daerah tersebut berpotensi mengandung mineral. Selain mineral juga diduga terdapat minyak bumi, batu bara dan batu gamping. Hal ini di yakinkan dengan hasil survei awal dari PT. Conoco menunjukkan terdapat minyak dan gas bumi di daerah Yahukimo. Semua potensi tersebut adalah berkat dari Tuhan, dan jika dimanfaatkan secara maksimal akan menjadi sumber kemakmuran bagi seluruh rakyat Yahukimo maupun Papua pada umumnya. Kuntre Be. (Pat CR 8/dbs)







◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 I L O K O M A is proudly powered by blogger.com | Design by BLog BamZ