Sabtu, 29 Desember 2012

MUTIARA NAATAL 2013


Wreath&TreeShop.jpg
210456.JPG
Detail:

Kamis, 22 November 2012

ILOKOMA

LAPORAN MENTAH: PENGAKUAN SEORANG ANGGOTA TNI

oleh Step Asso pada 10 November 2012 pukul 8:48 ·
Rabu, 07 November 2012 
Share this history on
digg



Foto, tpn: TNI siap Gerilya di Papua/Dok. tpn/

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDOYONO-BOEDIONO (SBY-BOEDIONO) TELAH MENERAPKAN atau MENSAHKAN

PAPUA BARAT SEBAGAI DAERAH “OPERASI GERILYA”
(PENGAKUAN SEORANG ANGGOTA TNI KEPADA FANNY KOGOYA)

Pada hari Rabu, tanggal 23/10/2012 Pukul 15.20 Waktu West Papua, bertepatan pada demonstrasi Nasional KNPB di seluruh Tanah Papua Barat, Saya (FK) bertemu salah seorang anggota TNI yang bertugas di Papua. Anggota TNI yang tidak mau disebutkan nama dan inisialnya tetapi anggota TNI tersebut bersedia menyebutkan status pekerjaannya sebagai seorang anggota TNI di salah satu wilayah di Papua.

Anggota TNI tersebut memberi sejumlah informasi tentang strategi Negara Indonesia ( Militer Indonesia) untuk menghabiskan sejumlah pejuang dan juga orang asli West Papua yang ada di Rimba/Hutan, di Kota-kota, Kampung-kampung dan juga yang berada dimana saja termasuk yang berada di Luar Negeri.

Menurut anggota TNI tersebut bahwa rencana Negara Indonesia untuk menghabiskan seluruh pejuang dan juga manusia West Papua tanpa terkecuali dengan menggunakan berbagai strategi operasi yaitu dari sejak Integrasi West Papua ke NKRI pada tahun 1960 atau setelah melaksanakan PEPERA 1969 di West Papua.

Menurut anggota TNI tersebut bahwa kalau dahulu tahun 1960an – 2000 an sebelum Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menjadi Presiden Indonesia, Negara Indonesia (Militer Indonesia) melakukan operasi di Papua Barat dengan berbagai nama operasi yaitu: Operasi Wisnumurti I dan II ; Operasi Tumpas, Operasi Koteka, Operasi Sadar I-IV; Operasi Wibawa I-IV; Operasi Brata Yudha; Operasi Pasca Pembebasan Sandera Mapnduma; Operasi Penyisiran Masyarakat Sipil seperti Abepura 2000 dan Wasior 2001; serta beberapa Operasi Intelegent lainnya.

Sedangkan sekarang di Jaman atau masa ke Presidenan Susilo Bambang  Yudoyono (SBY)-Boediono telah mensahkan satu nama operasi untuk Papua Barat yaitu “OPERASI GERILYA”dengan Motto” HILANG JANGAN TANYA”.  Motto ini berlaku bagi pelaku Operasi Gerilya (Densus 88, Kopasus, Intelegent, Pangdam, Polda) dan juga semua pihak yang sedang melaksanakan Operasi Gerilya di West Papua. HILANG JANGAN TANYA berarti  jika pihak Densus 88, Kopasus, Intelegent, Pangdam, Polda hilang/dibunuh dalam melaksanakan operasi Gerilya oleh kelompok lain maka isteri dan anak mereka (D88, Kopasus, Intelegent, Polisi) adalah menjadi tanggungj awab Negara dan pemerintah Indonesia akan senantiasa memberikan jaminan kehidupan. HILANG JANGAN TANYA memiliki makna bahwa jika ada manusia Papua Barat yang hilang maka jangan tanya, karena penghilangan manusia Papua Barat yang dilakukan atas nama Negara adalah bagian dari KEHARUSAN D 88 , KOPASUS dan Militer Indonesia demi NKRI.
OPERASI GERILYA sedang berlangsung atau diterapkan di West Papua dengan strategi kerja UMUM dan KHUSUS atau operasi DALAM dan LUAR.

Karakter Operasi Gerilya (OG) adalah West Papua sedang dipandang dan diposisikan sebagai wilayah/ daerah perang maka semua kekuatan perang Indonesia baik peralatan2 perang dan juga jumlah pasukan Militer Indonesia secara Organik maupun Non-Organik sudah dan sedang berada di seluruh Papua Barat dari Sorong sampai Samarai. Sehingga OG mempunyai karakter yang lebih keras adalah “KETEMU ORANG PAPUA BARAT LANGSUNG BABAT/BUNUH“ artinya: Tembak, Culik, Hilangkan, Tangkap dan siksa. Tindakan OG sedang berlaku bagi semua activist Papua Merdeka Spt KNPB, Tokoh-tokoh Gereja seperti Pdt. Dr Benny Giay, Pdt Ndumma Socratez Sofyan Yoman, Pater Dr. Neles Tebay, Tokoh Adat, Pekerjaan LSM, Para Pengacara, Pecinta Lingkungan, Jurnalist Indepent, Tokoh Perempuan, dan semua orang Papua Barat bahkan kepada semua pegawai /pejabat Papua yang sedang bekerja sebagai Pekerja Indonesia.

Menurut TNI yang tidak mau disebutkan namanya itu bahwa pembunuhan Ketua I Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Musa Mako Tabuni pada tanggal 13 Juni 2012 adalah bagian dari Operasi Gerilya yang diperintahkan oleh Presiden SBY, Kepala BIN, Pangdam, MengkoPolhukam dan petinggi Indonesia lainnya kepada Densus 88 dan Kopasus serta Pangdam dan Polda Papua.

Menurut anggota TNI itu bahwa daerah pengamanan atau daerah darurat militer Indonesia untuk wilayah Jayapura adalah nomor 1 berlokasi di daerah Waena dan nomor 2 adalah daerah Kerom/Perbatasan PNG-Indonesia dan daerah 3 di kota Abe dan Daerah operasi 4 adalah Daerah Sentani, Jayapura kota dan Angkasa.

Menurut anggota TNI itu bahwa semua jaringan telpon/Telkom sudah diambil alih oleh seluruh pasukan D88. Pantauan sedang dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih yang dibantu oleh Negara-Negara Luar. Penggunaan alat-alat penyadap itu akan dipakai oleh D88 sama seperti penanganan terorisme di Jawa-Bali atau di dunia lain. Sehingga komunikasi semua orang Papua Barat dalam pantauan militer Indonesia.

Anggota TNI tersebut juga mengatakan bahwa D88 dan Kopasus juga telah membagikan alat-alat canggih/alat penyadap seperti bolpen, jam tangan, kaca mata, tape record, dan beberapa alat lain kepada orang Papua Barat yang menjadi Barisan Merah putih atau milisi Indonesia atau menyamar menjadi seperti aktivis HAM untuk bergabung dengan kelompok-kelompok pro Kemerdekaan dan menyadap semua informasi ditempat-tempat rapat/pertemuan-pertemuan. Propagganda intelegent atau perekrutan mahasiswa/pemuda Papua Barat ini adalah untuk menciptakan politik adu domba (devide et impera).

Menurut anggota TNI itu bahwa semua komando operasi di Papua Barat saat ini sudah diambil alih oleh pihak Densus 88 dan juga pihak Kopasus Indonesia, dan selain pihak Densus 88 dan Kopasus pihak TNI dan Polri di Papua juga telah membentuk nama Tim khusus dengan masing-masing kesatuan.
Anggota TNI itu juga menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono-Boediono dengan perangkatnya MengkoPolhukam, Paglima, Kapolri, Kepala BIN, Kepala Densus 88 saat ini telah mengirim sangat banyak Pasukan Non Organik (Intelegent) sebanyak 1000 untuk Kota Jayapura, dan kota/Kabupaten lain di Papua juga memiliki jumlah yang berbeda-beda. Pasukan Non organic 1000 ini tidak termasuk intel-intel resmi yang sudah berada di Papua sejak dulu melalui kesatuan masing-masing. Intel Non Organik yang baru dikirim ke Papua itu sedang bekerja di Papua dengan berbagai pekerjaan misalnya: Ada intel yang sedang menjadi tukang ojek disetiap pangkalan-pangkalan ojek, sopir-sopir taksi dalam kota dan juga sopir taksi Air port, penjual Voucher, penjual sayur menggunakan motor, penjual bakso di jalan2 , penjual es crim, penjual pakaian di jalan2 maupun di Pasar, penjual Garding antar rumah, pemulung sampah, tukang perbaiki sepatu antar rumah, tukang jual ikan dengan motor maupun di Pasar, menjual nasi goreng, menjual Nasi pakai tenda biru/pecel pada sore-malam hari, penjual rujak/buah-buah di jalan-jalan, tempat-tempat foto kopy, menjadi Mahasiswa baru di Kampus-kampus, menjadi koki di rumah-rumah makan, menjadi pekerja di Hotel-hotel, menjadi security di rumah sakit, penjual tiket di agent-agent pesat Udara maupun kapal Laut, menjadi wartawan di media cetak dan elektronik, penjual perhiasan atau cincin dan gelang dijalan-jalan, penjual balon-balon gas di tempat-tempat umum, penjual air gallon, penjaga tokoh di mall2, penjaga warung internet dan masih sangat banyak penyamaran para intelegent non organic di Jayapura secara khusus dan Papua secara umum.
Menurut TNI itu bahwa D88 juga telah memasang CCTV dibeberapa tempat di Kota Jayapura dan juga diseluruh Kota Kabupaten di Papua, misalnya di waena perumnas 3 di depan salah satu tokoh dekat pos polisi (di tempat Ketua KNPB I Musa Mako Tabuni ditembak) , pihak D 88 dan Kopasus telah memasang CCTV. Selain itu disetiap warung-warung internet di Jayapura juga telah dipasang alat penyadap untuk deteksi setiap aktivistas para aktivis di warnet. Dan pihak operator /penjaga warnet di Jayapura atau kota lain di Papua telah kerjasama dengan pihak D88.

Menurut anggota TNI itu bahwa selain penambahan non organic, pasukan organic juga telah bertambah jumlah baik disetiap batalyon, korem, Zipur, Danramil dan juga dalam kesatuan kepolisian dengan jumlah yang sangat banyak.

Menurut anggota TNI bahwa para Densus 88 dan Kopasus yang sudah datang ke Papua itu mereka (D88 dan Kopasus) datang dari Jakarta dengan peralatan lengkap. Jadi mereka juga membawa mobil sangat banyak dari Jakarta, dan dalam mobil mereka sudah menyiapkan senjata/AK lipat dan densus 88 memasang antena (penyadap) GSP, sehingga hampir seluruh kota Jayapura baik di gang-gang/jalan-jalan sedang dikuasai oleh D88 dan juga Kopasus bersama pasukan gabungan lain yang berada di Papua.

Anggota TNI itu juga menjelaskan bahwa ada beberapa titik kumpul atau tempat tinggal Densus 88 dan Kopasus di kota Jayapura adalah di daerah Kerom, di Tanah Hitam (di belakang Multi Grosir ), di belakang terminal Ekspo Waena, di Sentani, dan di Angkasa. Di Ifar Gunung Sentani saat ini ada 2000 anggota TNI yang sedang mengikuti pelatihan /pendidikan militer.

Setelah anggota TNI itu membagi semua informasi tentang Operasi Gerilya (OG) di Papua Barat, dia (TNI) mengatakan tentang kejahatan Negara yang sedang dialami oleh dirinya. Bahwa dirinya bersama teman-temannya(anggota TNI) yang berasal dari Papua Barat sering dianak tirikan /atau di nomor dua (2)kan oleh teman-teman anggota TNI non Papua /atau pimpinan (Komandan) mereka. Sekalipun mereka (TNI) sudah mengabdi sangat lama terhadap Negara Indonesia tetap dalam mendapat jabatan dan pangkat selalu dihambat dan tidak diprioritaskan.

Pengakuan TNI tersebut bahwa, Negara Indonesia bersama militernya seperti “anjing gila/layaknya seperti babi” karena mereka (militer/pemerintah Indonesia) telinga tuli, mata buta yang tidak pernah sadar atas kejahatan yang dibuat oleh mereka (militer Indonesia) terhadap orang West Papua. Sehingga kadang-kadang saya (TNI) sangat emosi/ marah sekali terhadap Negara Indonesia, tetapi karena saya (TNI) sehingga saya tidak bisa melawan, (TNI) dapat perintah dari komandan selalu siap laksanakan padahal semua hal yang saya (TNI) kerjakan adalah bertentangan dengan hati nurani. Jadi suatu ketika bangsa Indonesia ini akan mendapat hukuman besar dari bangsa-bangsa lain.

Menurut anggota TNI, saat ini banyak sekali dana/anggaran untuk Operasi Gerilya (OG) yang sudah dianggarkan oleh Pemerintah Indonesia. Dan kesatuan dari berbagai Tim juga telah dibentuk dengan tujuan mereka untuk berlomba-lomba menjadikan para aktivis Papua Merdeka seperti KNPB adalah sebagai terorisme /perakit Bom. Sehingga para aktivis diberi DPO dan juga target untuk dimusnahkan. Jadi sekarang OG ini juga bagian dari bisnis militer yang sangat besar.

TNI itu menambahkan bahwa mereka (D88, Kopasus dan pasukan lainnya) juga telah membuat jaringan masing-masing terhadap (orang Papua Asli) sebagai informan aktif. Informan ditawarkan harga/pembayaran per/sms senilai Rp 2.000.000. Jadi disetiap kehidupan orang Papua Barat hari ini sedang merajalelah aktivitas militer Indonesia.

TNI itu menambahkan bahwa FK sebaiknya potong rambut gimbal itu, dan juga pesan kepada kawan-kawan FK supaya potong rambut gimbal segera. Karena pihak D88 dan Kopasus tidak akan membiarkan kalian dengan rambut gimbal. Militer (D88 dan Kopasus) telah mengidentifikasi ciri-ciri kalian (FK dkk) yang berambut gimbal sebagai pemberontak/ Melawan Negara Indonesia, sehingga mereka bisa menculik, menembak kalian kapan saja.

PENGAKUAN TNI SELESAI !!!
Kepada seluruh kawan-kawan jaringan yang berada di West Papua dan di dunia mana saja , bahwa berita ini ditulis berdasarkan kebenaran informasi yang sangat terpercaya. Informasi ini tidak bisa diragukan oleh siapapun. Saya (FK) berani menulis informasi ini karena saya (FK) ketemu dia (TNI) selama pukul 13.20-14.50 waktu West Papua tanggal 32/10/2012 di salah satu tempat di Papua. Pada penulisan berita ini, saya (FK) tidak akan menulis sedikitpun ciri2 anggota TNI tersebut (alasan keamanan).

Setelah melihat infomasi yang sangat membahayakan seluruh kehidupan dan kenyamanan orang Papua Barat dari semua element perjuangan maupun masyarakat sipil ini. Maka saya mengajak semua kawan-kawan jaringan (support groups) dan secara khusus Negara-negara pendonor /yang melakukan kerjasama militer dengan Indonesia dan secara khusus yang melatih dan mendanai pihak Densus 88, Kopasus dan juga Kepolisian Indonesia seperti Negara Amerika Serikat, Australia, New Zeland dan Negara2 Eropa lainnya segera bertanggung jawab atas nasib Rakyat Papua Barat yang sedang terancam karena kejahatan Militer Indonesia di West Papua saat ini.
Sehingga berdasarkan informasi yang sangat akurat ini, menurut saya OPERASI GERILYA ini sangat tepat saya katakan bahwa saat ini PAPUA BARAT sedang berada sebagai DAERAH DARURAT OPERASI MILITER INDONESIA.

Maka menurut saya tidak ada alasan bagi rezim Presiden SBY-Boediono mendapat pengampunan dari berbagai pihak, baik masyarakat Internasional dan masyarakat tertindas Indonesia. Oleh sebabnya, Rezim SBY-Boedione HARUS SEGERA mengambil kemauan politik atas aspirasi Rakyat Papua Barat untuk Menentukan Nasibnya Sendiri.

Sekian dan Terima kasih!!

Salam Juang

Oleh : Fanny Kogoya
 Oleh: Oktovianus Pogau*)
ADA banyak nama yang pernah diberikan untuk pulau Papua (meliputi Papua dan Papua Barat). Kebanyakan nama pemberian orang asing yang melakukan ekspedisi di wilayah ini. Dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia termasuk putra asli Papua sendiri ikut memberikan nama.

Pulau Papua berada di wilayah paling timur negara Indonesia. Ia merupakan pulau terbesar kedua setelah Pulau Greendland di Denmark. Luasnya capai 436.027,57 Km². Besarnya diperkirakan hampir lima kali luas pulau Jawa. Pada sekitar tahun 200 M , ahli Geography bernama Claudius Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios.

Sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa China diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah catatan harian seorang pengarang Tiangkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang digunakan oleh para pedagang China saat itu untuk Papua.

Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tugki” atau “Janggi” sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Cina Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan Papua.

Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedangan dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan juga Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.

Pada akhir tahun 1300, Kerajaan Majapahit menggunakan dua nama, yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.

Sekitar tahun 1646, Kerajaan Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai Papa-Ua, yang sudah berubah dalam sebutan menjadi Papua. Dalam bahasa Tidore artinya tidak bergabung atau tidak bersatu (not integrated). Dalam bahasa melayu berarti berambut keriting. Memiliki pengertian lain, bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah.

Ada juga yang memakai nama Papua sebagai bentuk ejekan terhadap warga setempat—penduduk primitif, tertinggal, bodoh— yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti apapun dengan nama Papua.

Respon penduduk terhadap nama Papua cukup baik. Alasannya, sebab nama tersebut benar mencerminkan identitas diri mereka sebagai manusia hitam, keriting, yang sangat berbeda dengan penduduk Melayu juga kerajaan Tidore. Tapi, tentu mereka tak terima dengan ejekan yang selalu dilontarkan warga pendatang.

Pada tahun 1511 Antonio d’Arbau, pelaut asal Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau juga llha de Papo. Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526-1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore.

Berikutnya, pada tahun 1528, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau emas tersebut.

Pada tahun 1545, pelaut asal spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinee. Dalam bahasa Inggris disebut New Guinea. Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru.

Nama Papua dan Nueva Guinea dipertahankan hampir dua abad lamanya, baru kemudian muncul nama Nieuw Guinea dari Belanda, dan kedua nama tersebut terkenal secara luas diseluruh dunia, terutama pada abad ke-19. Penduduk nusantara mengenal dengan nama Papua dan sementara nama Nieuw Guinea mulai terkenal sejak abad ke-16 setelah nama tersebut tampak pada peta dunia sehingga dipakai oleh dunia luar, terutama di negara-negara Eropa.

Di tahun 1956, Belanda kembali merubah nama Papua dari Nieuw Guinea menjadi Nederlands Nieuw Guinea. Perubahan nama tersebut lebih bersifat politis karena Belanda tak ingin kehilangan pulau Papua dari Indonesia pada zaman itu.

Pada tahun 1940-an oleh Residen JP Van Eechoud pernah membentuk sekolah Bestuur. Disana ia menganjurkan dan memerintahkan Admoprasojo selaku Direktur Sekolah Bestuur tersebut untuk membentuk dewan suku-suku. Didalam kegiatan dewan ini salah satunya adalah mengkaji sejarah dan budaya Papua, termasuk mengganti nama pulau Papua dengan sebuah nama yang mencerminkan budaya Papua, dan nama tersebut harus digali dari bumi Papua.

Tindak lanjutnya, berlangsung pertemuan di Tobati, Jayapura. Di dalam turut dibicarakan ide penggantian nama tersebut, juga dibentuk dalam sebuah panitia yang nantinya akan bertugas untuk menelusuri sebuah nama yang berasal dari daerah Papua dan dapat diterima oleh seluruh suku yang ada.

Frans Kaisepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil sebuah nama dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian.

Dalam bahasa Biak Numfor “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi.

Secara resmi, pada tanggal 16 Juli 1946, Frans Kaisepo yang mewakili Nieuw Guinea dalam konferensi di Malino-Ujung Pandang, melalui pidatonya yang berpengaruh terhadap penyiaran radio nasional, mengganti nama Papua dan Nieuw Guinea dengan nama Irian.

Nama Irian adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisepo pernah mengatakan “Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).

Selanjutnya, Pada 1 Desember 1961, Komite Nasional Papua, disebut Nieuw Guinea Raad oleh Belanda, sebuah lembaga yang disponsori kerajaan Belanda, menyatakan masyarakat Papua siap mendirikan sebuah negara berdaulat, dan mengibarkan bendera nasional baru yang dinamakan Bintang Kejora. Mereka menetapkan nama Papua sebagai Papua Barat.

Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk menyiapkan act free choice di Papua pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, West New Guinea/West Irian.

Beritkunya, nama Irian diganti menjadi Irian Barat secara resmi sejak 1 Mei 1963 saat wilayah ini "dianeksasi" dari Kerajaan Belanda ke dalam pangkuan Negara republik Indonesia. Di tahun 1967, kontrak kerja sama PT Freeport Mc Morran dengan pemerintah Indonesia dilangsungkan. Dalam kontrak ini Freeport gunakan nama Irian Barat, padahal secara resmi Papua belum resmi jadi bagian Indonesia.

Setelah Papua menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui PEPERA 1969 yang dianggap penuh rekayasa oleh sebagian besar rakyat Papua, perjuangan untuk tetap memisahkan diri dari Negara Indonesia untuk menjadi Negara merdeka dan berdaulat terus suarakan.

Pada tanggal 1 Juli 1971, Seth Jafet Rumkorem, pimpinan Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria menggunakan nama West Papua untuk Papua. Kehadiran organisasi ini tak begitu lama karena berhasil di tumpas oleh pemerintah Indonesia melalui beberapa operasi militer.

Dan kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Penggantian nama tersebut dilakukan bersamaan dengan peresmian eksplorasi PT Freeport Indonesia yang pusat eksploitasinya dinamakan Tembagapura.

Memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, beliau memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya saat itu dirubah namanya menjadi Papua.

Kembalinya nama Papua sejak diberikan oleh Kerajaan Tidore di tahun 1800-an memberikan arti tersendiri, bahwa pulau ini dihuni oleh penduduk yang berambut keriting, kulit hitam, punya Ras Melanesia. Ia tak sama dengan ras Melayu –ras masyarakat Indonesia pada umumnya



waspadalah bagi warga papua.
Detail:

Jumat, 27 Januari 2012

asso

Detail: asso

Senin, 09 Januari 2012

ILOKOMA

Detail: ILOKOMA

APLIKASI SOFTWARE

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 I L O K O M A is proudly powered by blogger.com | Design by BLog BamZ